Oleh
Anam RAhus
e. Unsur Simbolis dalam Cerpen “Tikus lan Kucinge Penyair”
Tikus dan kucing dua binatang yang tidak pernah hidup bersama. Tikus merupakan binatang yang merugikan manusia, karena dapat merusak apa saja yang ditemui. Sebaliknya Kucing merupakan binatang jinak yang menjadi piaraan dan kesayangan tuan rumah. Setiap menjumpai tikus, kucing berusaha menangkapnya untuk dimakan. Di mana pun tmpatnya, tikus selalu ketakutan melihat kucing.
Tikus dan kucing tidak ubahnya dengan hitam dan putih, sama halnya dengan keburukan dan kebaikan. Tikus laki-laki diberi nama Kuslan, sedang tikus perempuan diberi nama Istik. Kata Kuslan merupakan akronim dari tikus lanang yang berarti tikus laki-laki, atau tikus jantan. Istik bermakna isteri tikus, yaitu isteri Kuslan.. Kuslan sebagai tikus yang paling tuwa punya banyak pengalaman, pernah hidup di kantor, di sekolah, di gudang, pasar, setasiyun, terminal, pelabuhan, gudhang dholog dan tempat-tempat lainnya. Tikus di mana pun tempatnya akan selalu menyusahkan yang ditempati. Tikus yang cenderung dekat dengan warna hitam, mengacu pada dunia kejahatan dengan manusia sebagai pelakunya. Kuslan sebagai tikus jantan simbol dari kejahatan seorang laki-laki. Kuslan identik dengan penjahat profesional yang dapat beroperasi di mana saja, di terminal, di kantor, terminal, gudang, pasar dan sebagainya.
Kucing dan tikus sebenarnya sama-sama mewakili manusia dengan karakter yang berbeda. Diantara kucing yang ditakuti tikus adalah kucing candramawa. Sudikan (1996:94) menyatakan bahwa tokoh tikus sebagai lambang untuk mengkritik oknum yang memanfaatkan kesempatan untuk melakukan korupsi, sedang kucing sebagai lambang alat negara untuk memberantas korupsi. Dalam cerpen itu dikisahkan hanya dengan pandangan matanya saja kucing candramawa dapat membuat tikus tak berdaya. Oleh karena itu untuk memberantas tikus sebagai koruptor diperlukan kucing candramawa. Kucing candramawa adalah alat negara yang berwibawa, yang disegani oleh koruptor karena kejujurannya. Kucing candramawa tidak akan memakan tikus. Ia sekedar mengalahkannya. Kucing yang mau memakan tikus dikisahkan sebagai kucing biasa yang rakus yang juga mau makan katak dan kadal. Kucing yang rakus merupakan gambaran alat negara yang suka memeras musuhnya. Setelah memahami makna yang ada di balik simbol tikus dan kucing ternyata cerpen “Tikus lan Kucinge Penyair” ternyata banyak mengandung kritik sosial yang ditujukan kepada perilaku manusia.
f. Unsur simbolis dalam cerpen “Petruk”
Petruk tokoh punakawan dalam keluarga Pandawa dalam wayang kulit digambarkan bertubuh jangkung, berhidung mancung, dan berkuncir. Sebagai punakawan anak Semar ia berperilaku kocak dan lucu. Petruk beserta Semar ayahnya, dan dua orang saudara gareng dan Bagong selalu mengikuti Arjuna kemana pun pergi. Tetapi Petruk dalam sunggingan Dalang Ki Darman lain. Petruk dalam sunggingan Ki Darman bertubuh bongkok menyedihkan. Tubuh yang bongkok Petruk hasil sunggingan Ki Darman bukanlah tanpa sebab. Anjing-anjing memperebutkan kulit bahan Petruk itu beramai-ramai, sehingga koyak-koyak. Sunggingan Petruk yang setengah jadi itu rusak, pundhak, bagian belakang kepalahancur. Pucuk hidungnya sobek. Akhirnya hasil sunggingan Ki Darman tidak menampilkan sosok Petruk yang tinggi semampai dan mengundang banyak tertawa karena kocaknya, tetapi justru bongkok menyedihkan mengundang belas kasihan.
Makna simbolis Petruk sebagai punakawan, sebagai abdi, gambaran dari rakyat kecil. Ia menderita akibat ulah anjing-anjing yang rakus. Dalam “Petruk” pengarang ingin menceritakan penderitaan rakyat akibat ulah penguasa, sehingga ia menjadi bongkok menyedihkan. Pengarang menggambarkan karakter anjing sebagai berikut.
“Watege swara asu, gampang narik kawigatene asu-asu liya. Asu-asu saka papan adoh padha mara gemrudug. Kempyung melu rayahan, cathek-cathekan, kaya wedi ora keduman. Pating jregug! Pating kraing! Ambegane ngosos pating krenggos. Ilate abang pating klewer” (hal. 60).
Terjemahan:
Sifat suara anjing, mudah menarik perhatian anjing-anjing yang lain. Anjing-anjing dari tempat lain datang berbondong-bondong. Ramai berebut, saling menggigit, seperti takut tidal mendapat bagian. Saling melolong! Saling menyalak! Nafasnya mendesis tersengal-sengal. Lidahnya merah menjulur.
Sifat anjing yang digambarkan oleh pengarang di atas merupakan simbol dari sifat penguasa. Bila mendengar ada orang yang dapat dijadikan objek pemerasan datang beramai-ramai ikut memeras, saling berebut, berkelai takut tidak mendapat bagian. Cerpen Djajus Petememang banyak mengandung kritik sosial (Rahus,2001:26). Petruk sebagai simbol rakyat yang telah menderita lebih menderita lagi karena menjadi bahan rebutan anjing-anjing. Diceritakan bahwa tempat sekitar Petruk sudah sempit, sudah rusak. Petruk terjepit, kehilangan tempat buat hidup. Paparan itu merupakan simbol bahwa rakyat kecil yang diwakili Petruk sudah tidak ada tempat untuk hidup.Tempat sekitar sudah sangat sempit, sudah rusak. Petruk terjepit, kehilangan tempat buat hidup. [bersambung…]
Mengorbit dengan Tulisan Kreatif
7 years ago
0 comments:
Post a Comment