Friday, August 1, 2008

Bupati Trenggalek Menerima Gelar Kanjeng Raden Aryo dari Keraton Solo

Merinding saat Bersalaman dengan Sinuwun S.IS.KS Pakoe Boewono XIII

Karyanto, RaTu


Bupati Soeharto mendapat anugerah gelar Kanjeng Raden Aryo (KRA) dari Sinuwun S.IS.KS Pakoe Boewono XIII. Selain itu, dia juga diberi pangkat Hadiningrat. Kenapa gelar kebangsawanan itu diberikan?



Bupati Soeharto mengaku masih tidak percaya atas penganugerahan gelar kebangsawanan yang diberikan keluarga Keraton Solo kepada dirinya. Dia sering berpikir apa yang menjadikan dirinya mendapat gelar yang belum tentu sembarang orang berhak memperolehnya itu.

Menurutnya, selama ini dia merasa belum melalukan sesuatu yang riil sebagai salah satu kriteria pemimpin hingga gelar teramat istimewa itu jatuh kepadanya. Sebab, anugerah Kanjeng Raden Arya termasuk Hadiningrat diberikan kepada pemimpin yang sadar dan peduli sekaligus melakukan usaha melestarikan budaya Jawa. "Ndak tahu apa. Saya merasa belum berbuat banyak untuk itu (melestarikan budaya Jawa, red)," akunya.

Namun, semua kebingungan sekaligus kebimbangan itu terjawab tatkala ia mengisi berkas yang di dalamnya mencatumkan segala kegiatan pelestarian budaya di wilayah Kabupaten Trenggalek. Berkas itulah yang disodorokan ke pihak keraton. Satu per satu kegiatan budaya pun dicantumkan. Mulai dari kirab pusaka, larung sembonyo, selamatan Dam Bagong, dan masih banyak lagi aktvitas pelestarian budaya lainnya selama menjabat selama bupati. "Ya waktu ngisi itu baru tahu. Ternyata semua di luar pikiran saya," kata bupati.

Dari beberapa penilaian di atas, pameran benda pusaka serta gelar budaya se-Badan Koordinator Wilayah (Bakorwil) Madiun yang menjadi kriteria utama perolehan anugrah gelar KRA maupun Hadiningrat. Khusus pameran benda pusaka yang digelar di Pendapa Trenggalek selama lima hari, menurut bupati, merupakan yang paling besar dan berhasil dibanding kegiatan serupa di beberapa tempat lainnya. Begitu pula pelaksanaan gelar pekan budaya yang dikategorikan sebagai pemrakarsa tersukses. "Lha ternyata seperti itu. Sebelumnya, ndak terpikir sama sekali semua itu jadi poin tersendiri," papar pejabat yang gemar main tenis lapangan itu.

Hingga pada akhirnya, pada 29 Juli lalu Bupati Soeharto diundang bersama beberapa pejabat maupun artis di Keraton Solo untuk untuk prosesi penganugrahan gelar Kanjeng Raden Arya (KRA) sekaligus Hadiningrat yang diberikan khusus Sinuwun S.SI.K.S Pakoe Boewono XIII.

Pada saat prosesi itu, muncul perasaan di antara percaya dan tidak percaya pada diri Bupati Soeharto. Sebab, tidak pernah sedikit pun dalam hidup pria yang sudah tiga tahun menjabat bupati Trenggalek itu akan mendapat anugrah gelar tersebut. "Sempat terharu. Bahkan, waktu itu saya merinding ketika Sinuwun Pakoe Boewono menyalami," ucap bupati.

Setelah mendapat anugerah KRA sekaligus Hadiningrat, tak lantas menjadikan Bupati Soeharto berbangga diri. Kini muncul ganjalan, apa yang harus dilakoninya sebagai salah satu syarat wajib penerima anugerah gelar kebangsawanan itu. Menjadi kewajiban untuk melakukan upaya pelestarian budaya atau dalam istilahnya nguri-nguri kabudayan Jawi. Saat itulah tersirat memasukan tata cara berbahasa Jawa ke dalam kurikulum sekolah. Begitu pula huruf Jawa di dalamnya. "Itu akan saya coba. Mungkin bisa dimasukan dalam kurikulum lokal. Contohnya, kan sudah ada. Kegiatan pranotocoro di SMAN 2. Saya janji, itu akan kita kembangkan," jelasnya.

Lantas, adalah sesuatu imbalan yang harus diberikan kepada pihak keraton sebagai salah satu bentuk kompensasi atas anugrah gelar kerajaan Kanjeng Raden Arya (KRA) sekaligus Hadiningrat yang diberikan kepada Bupati Soeharto? Dengan santainya, bupati memastikan tidak ada. Pihak keraton tidak meminta apapun. Begitupun dirinya. "Ndak ada sama sekali. Itu kan diberikan setiap tahun kepada mereka yang memang benar-benar berhak menerima," imbuh bupati. []

Jawa Pos-Radar Tulungagung [ Jum'at, 01 Agustus 2008 ]

0 comments: