TADARUS-JB-II-Juli-2008 Sastra Jawa sebagai khasanah pemikiran yang berkembang, rupanya memiliki akar kekuatan dan khasanah yang luas atas sejarah perkembangan Jawa. Keberadaan serat-serat Jawa kuno merupakan representasi dari Jawa pada zaman itu. Sekaligus sebagai alat legitimasi untuk pengukuhan identitas Jawa. Betapa tidak, hampir seluruh kejadian di Jawa pada saat itu senantiasa diceritakan lewat karya sastra. Manifestasi cerita-cerita itu berupa tembang, mantra, suluk dan lain sebagainya. Seperti kebanyakan munculnya karya sastra yang lain, sastra Jawa timbul berawal dari adanya ketimpangan. Akan tetapi tidak sedikit sastra Jawa yang muncul untuk memperkuat sistem pemerintahan yang berkuasa pada saat itu.
Sastra dan Kekuasaan
Y.B. Mangunwijaya berpendapat bahwa sastra bukanlah persoalan bahasa saja. Sastra selalu ada hubunganya dengan religius. Sastra adalah intellectual exercise, sebuah dunia pemikiran yang menyimpan nilai-nilai kebenaran. Akan tetapi perlu kita sadari bersama bahwa sastra juga sebagai arena untuk merepresentasikan kondisi sosial yang ada pada saat itu. Sastra juga tidak lepas dari kondisi politik. Dengan memposisikan sastra seperti ini kita akan mampu menganalisa tentang kuasa yang ada di balik sastra. Hal ini dikarenakan setiap kerajaan yang berkuasa di Jawa senantiasa menuliskannya. Apapun yang terjadi di istana kerajaan senantiasa dituliskannya. Namun jangan heran jika tulisan yang dibuat istana ini bias kekuasaan.
Kekuasaan seperti yang di ungkapkan oleh Michael Foucault dalam Power of Knowledge: Selected Interviews and Other Writings, (1972-1977). Buku ini menjelaskan bahwa, kekuasaan itu tidak melulu pada posisi subyek penguasa. Kekuasaaan itu menyebar melewati diskursif. Untuk mengendalikan kekuasaan, manusia harus bisa menguasai pengetahuan. Karena pengetahuan itu tidak lain adalah cara untuk menguasai orang lain. Foucault memaknai kekuasaan tidak seperti Antonio Gramsci. Gramsci memahami bahwa kekuasaan itu ada pada subyek penguasa. Kalau memang begitu pemahaman Gramsci, maka kekuasaan tidak dikendalikan oleh pengetahuan sebagaimana di ungkapkan oleh Foucault. Akan tetapi kekuasaan itu dikondisikan dan dikendalikan melaui hegemoni. Rupanya di Jawa kekuasaan berjalan dengan menggunakan dua frame ini, yaitu hegemoni dan diskursif.
Edisi komplitnya ada di sini>>
Mengorbit dengan Tulisan Kreatif
7 years ago
0 comments:
Post a Comment