Wednesday, February 27, 2008

Guru SMA Ndeso Raih Gelar Doktor


Teliti Filosofi 15 Tembang Jawa

Rabu, 27 Feb 2008
SURABAYA - Trilingual. Itulah atmosfer ujian doktor Ainurokhim Sanusi di Gedung Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya (Unesa) kemarin (26/2). Guru bahasa Inggris SMAN 1 Ngimbang, Lamongan, yang mengambil S-3 bahasa dan sastra Inggris Unesa itu tak hanya bertutur dalam bahasa Inggris. Dia juga menjawab pertanyaan penguji dalam bahasa Indonesia dan Jawa.


Ya, Ainurokhim harus mempertahankan disertasinya yang berjudul Revealing Rhetorical Spectrum on Ethnopoetic of Javanese Songs dalam ujian terbuka dengan promotor Prof Dr Abbas A. Badib MA dan co-promotor Prof Dr H Soekemi MA. Dalam ujian kemarin, dia didampingi istri, Sulistyawati, serta dua anaknya, Yogi Nur Stya Ramadani dan Nur Stya Auliyauddin.

Ikut memberi semangat, empat rekan guru dan sepuluh siswanya di SMAN I Ngimbang. Tampak pula Prof Dr Budi Darma, guru besar emiritus Unesa. "Disertasi ini menguak tabir tembang-tembang Jawa," katanya sambil membetulkan beskap (pakaian khas Jawa, Red) yang dikenakan dengan luwes gandhes.

Tak lupa sebilah keris di pinggang dan blangkon di kepala. Wajarlah penampilan Ainurokhim itu mengundang senyum para hadirin.

Ainurokhim berdandan seperti itu menyesuaikan objek penelitiannya tentang 15 tembang Jawa. Di antaranya, tembang pangkur, dandang gulo, megatruh, asmorodono, dan kinanti.

Menurut dia, tembang-tembang Jawa memiliki segudang pesan tersembunyi yang luar biasa makna filosofinya. Sayang, tidak banyak orang Jawa yang mengetahui dan paham isinya. "Penelitian yang ada selama ini pun sebatas tekstual dan lebih banyak diulik oleh peneliti asing," ujar pria kelahiran Jombang, 3 Juni 1966, tersebut.

Karena itu, dia lalu berupaya membeberkan rahasia pesan dalam tembang-tembang Jawa tersebut. Termasuk pesan-pesan kearifan lokal, nilai filosofi, dan ilmu pengetahuan. Suntikan moral juga sering diusung sebuah tembang Jawa. "Sejak kecil saya terbiasa mendengarkan berbagai jenis tembang. Apa salahnya kalau sekarang saya mencoba menularkan itu kepada yang lain," ungkap guru di SMA ndeso di Lamongan Selatan tersebut.

Yang lebih menarik, Ainurokhim berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris dan selama ini menjadi pengajar bahasa internasional tersebut. Meski begitu, dia tak merasa mengalami hambatan dalam mengupas khazanah kekayaan budaya Jawa tersebut.

Ketika ditanya Prof Abas tentang aplikasi penelitiannya dalam praktik riil, Ainurokhim menjawab mantap. Dia menegaskan, lewat penelitian tersebut, para siswa akan mendapatkan dua keuntungan. Siswa tidak hanya terlatih bercasciscus dalam bahasa Inggris, mereka juga bisa mengenal tembang-tembang Jawa beserta makna filosofinya. "Boleh mahir bahasa asing, tapi jangan lupa budaya sendiri," tegasnya.

Ainurokhim mencontohkan, ketika penguji bertanya dalam bahasa Inggris, dirinya pun menjawab dalam bahasa Inggris dengan baik. Begitu pula ketika penguji sesekali bertanya dalam bahasa Indonesia. Dia juga sempat dicecar pertanyaan dalam bahasa Jawa. Ainurokhim menjawab dengan bahasa Jawa halus yang mengundang tepuk tangan hadirin. "Matur sembah nuwun sanget Bapa… (Terima kasih Bapak, Red)," katanya.

Dia juga diminta menunjukkan kemahiran menembang. Dengan sikap bak penembang profesional, Ainurokhim lantas melantunkan tembang dandang gulo dengan fasih. Para hadirin pun memberi aplaus panjang. "Saya memang hanya seorang guru SMA. Tapi, keinginan saya untuk selalu belajar selalu tinggi. Sejak kecil saya bercita-cita menjadi doktor dan alhamdulillah sekarang terwujud," ujar Ainurokhim yang kemarin dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan.

Usai dikukuhkan sebagai doktor bahasa Inggris, dia mengaku akan tetap tunduk dan patuh pada filosofi hidup seperti yang termaktub dalam tembang pangkur berikut: Najan tuo pikun, mung tan mikani roso, lir asepo, asepah samun, kadito guo tan sinirung.

"Banyak orang yang hanya memanfaatkan logika, tanpa menyertakan hatinya," ungkap Ainurokhim mengartikan tembang tersebut.

Menurut dia, kehidupan orang-orang seperti itu akan terasa hampa. "Hatinya seperti gua, besar namun kosong tanpa isi," tegas alumnus bahasa Inggris Universitas Palangkaraya itu. (ara/ari)


Dikopipaste dari: Jawa Pos

0 comments: