Thursday, February 28, 2008

Malah Pede Dibilang Kuno

Minggu, 24 Feb 2008

TIDAK semua ABG (anak baru gede) mau disebut kuno dan ketinggalan zaman. Buktinya, bila banyak ABG yang rela mengubah penampilan layaknya artis-artis ibukota hanya karena ingin dibilang lebih gaul dan modern, tak demikian dengan Riska Nurul Aini. Dia justru lebih suka disebut kuno daripada harus meniru gaya artis-artis masa kini.




Menurut siswa kelas 2 IPA SMAN 2 Jember ini, terpenting adalah identitas dan jati diri. "ABG harus berani tampil beda. Sebab dengan perbedaan itu justru terlihat identitasnya," ujarnya mantap. Salah satu hal berbeda yang membuatnya memiliki karakter adalah kecintaannya pada dunia tari tradisional. Jenis kesenian yang memang mulai ditinggalkan anak-anak muda masa kini. Bahkan dianggap norak atau ndheso.

Namun, sulung dari dua bersaudara ini seolah tidak peduli. Panggilan jiwa untuk menari, jauh lebih kuat dibandingkan rasa malu untuk menggeluti tari tradisional. "Kesenian itu milik kita, kalau bukan kita yang melanjutkan siapa yang akan melestarikan," katanya. Hal itulah yang sedikit disesalkan dara berjilbab ini, masyarakat heboh ketika budaya-budaya Indonesia sedikit demi sedikit diambil negara lain.

Seharusnya, lanjut dia, masyarakat tidak perlu heboh. Sebab hal itu terjadi semuanya akibat dari kurangnya kepedulian masyarakat untuk melestarikan budaya bangsa. "Kalau tidak mau mendengarkan tembang jawa, nari tradisonal, dan malu memakai busana adat, ya jangan marah kalau diambil negara lain," katanya. Terutama generasi muda, tambah ketua ekskul tari SMAN 2 Jember ini, seharusnya yang merasa kehilangan jika ada budaya-nya yang diambil negara lain.

Padahal kecintaan kepada budaya asli, bukan lantas mengharuskan anak muda anti budaya asing. "Globalisasi tetap perlu, tapi jangan malu dan anti budaya asli," kata gadis yang sering diundang menari dari kota ke kota itu. Karena itu, dia berusaha untuk memasyarakatkan seni tari tradisional kepada teman-teman sebayanya. Sebab pada dasarnya, teman-temannya itu suka dengan seni tradisional hanya masih takut dibilang ndheso.

Promosi itu dilakukan gadis yang piawai main keyboard ini dengan cara menorehkan prestasi demi prestasi melalui seni tari tradisional. Dengan begitu, teman-temannya akan semakin tertarik untuk ikut bergabung. "Yang jelas, sampai saat ini, saya bangga menjadi penari," katanya.

Bahkan keinginan untuk menumbuhkan kecintaan kepada seni tradisional tidak hanya berhenti di sekolah. Dia pun merambah sekolah-sekolah dasar hingga sekolah luar biasa. "Meski mereka memiliki keterbatasan, tapi sesungguhnya mereka memiliki minat untuk bisa menari," katanya. (lie)

Jawa Pos Radar Jember

0 comments: