Sunday, February 24, 2008

PENERBITAN BUKU SASTRA JAWA BUTUH SUBSIDI

SEMARANG - Penilaian bahwa penerbit enggan menerbitkan buku-buku sastra Jawa diakui oleh industri penerbitan. Direktur Utama Effhar & Dahara Prize Daradjat Harahap mengakui, penerbitan buku sastra berbahasa Jawa terkendala oleh sulitnya pemasaran. Buku-buku sastra berbahasa Jawa tidak memiliki banyak peminat. Karena itu, tidak banyak penerbit yang mau menerbitkannya.

''Jangankan sastra Jawa, buku sastra yang berbahasa Indonesia yang kami terbitkan pun tak terlalu banyak pembelinya,'' ujar Daradjat, Senin (1/3). Seperti diberitakan kemarin, sastrawan Jawa Suparto Brata mengungkapkan keengganan penerbit untuk menerbitkan buku sastra berbahasa Jawa. Alasan yang mengemuka, buku sastra Jawa tidak menjanjikan keuntungan seperti yang diharapkan. Bahkan, ada anggapan bahwa penerbitan sastra Jawa merupakan proyek rugi. Akibatnya, pengarang Jawa yang produktif harus nomboki biaya penerbitan bukunya sendiri.

Karena pertimbangan semacam itu, hingga hari ini Effhar & Dahara Prize belum pernah menerbitkan karya sastra berbahasa Jawa. Namun, penerbit itu pernah merilis buku yang berisi serat-serat (sastra Jawa lama) dalam bahasa Jawa dan Indonesia.
''Dulu, pernah kami terbitkan serat dalam bahasa Jawa, tapi jangkauan pemasarannya amat terbatas. Sebab, pasar di luar Jateng, Jatim, dan DIY tidak ter-cover,'' tutur dia.
Daradjat berpendapat, pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk menerbitkan buku-buku sastra Jawa. Penerbitan buku semacam itu hendaknya dilakukan dengan subsidi pemerintah.

''Akan menjadi beban berat bagi penerbit swasta untuk menerbitkan buku-buku sastra Jawa. Sebab, penerbit seperti kami amat bergantung pada hasil penjualan buku,'' imbuhnya. Namun, kata Daradjat, penerbit-an yang dikelolanya masih memiliki kepedulian untuk menerbitkan buku-buku tentang budaya Jawa. Buku-buku tentang pawukon (penanggalan), jangka (ramalan), keris, dan perkawinan tradisional Jawa merupakan topik-topik yang sudah diterbitkan. Menurut dia, topik semacam itu masih memiliki peminat di daerah Jateng, Jatim, DIY serta sejumlah daerah di luar Jawa.
''Penerbit harus pandai-pandai memilih tema yang akan diterbitkan. Kalau tidak, boleh jadi penerbit akan bangkrut karena buku-bukunya tidak laku di pasaran.''

Independen

Ditemui terpisah, pengarang Bonari Nabonenar menegaskan keengganan penerbit untuk menerbitkan buku sastra Jawa. Pengarang sastra Jawa yang bekerja di salah satu penerbit di Surabaya itu menilai mengatakan, pertimbangan bisnis menjadi salah satu alasan munculnya keengganan tersebut. Buku-buku berbahasa Jawa sulit dipasarkan, kalaupun bisa jumlahnya tak terlampau menjanjikan.

Biasanya para pengarang menerbitkan sendiri karyanya secara independen. Pemasarannya juga dilakukan secara tradisional, gethok tular antarpencinta sastra Jawa. Hal itu lebih didasari pertimbangan kecintaan dan keinginan untuk melestarikan sastra Jawa. Namun karena tidak dilakukan secara profesional, model penerbitan dan pemasaran semacam itu tidak memberikan hasil yang memuaskan.

''Pilihan lain yang biasanya ditempuh, menulis buku berbahasa Indonesia dan hasil royaltinya digunakan untuk penerbitan buku sastra Jawa. Itu yang kini tengah saya coba lakukan,'' kata dia. (amp-84n)

Suara Merdeka, Rabu, 02 Maret 2005

0 comments: