Saturday, April 5, 2008

Dari sarasehan Kontroversi Penulisan Aksara Jawa di Solo (Bagian II/Habis)

Tim penulisan harus elegan menerima masukan dari masyarakat

Meskipun penggunaan aksara Jawa untuk penulisan pada papan nama bangunan pemerintah maupun nonpemerintah sudah di-launching oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Solo, pada 17 Februari 2008 lalu, bertepatan HUT Ke-263 Kota Solo, namun dalam praktiknya masih menimbulkan kontroversi. Dalam pelaksanaannya, sejumlah kantor/instansi yang telah melakukan, ternyata ada yang belum sesuai dengan pedoman.



Diakui oleh Ketua Koordinator Tim Penulisan, Drs Imam Sutarjo MHum. Menurut dosen Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) UNS Solo ini, kendala yang dihadapi di antaranya banyak papan nama tidak menggunakan bahasa Jawa, bahkan banyak yang menggunakan istilah asing/Inggris.

Menghadapi berbagai permasalahan seperti itu, perlu jalan keluar, dan menurut dia, yang paling tepat adalah untuk penulisan dalam bahasa Indonesia dengan transliterasi. Sedangkan untuk penulisan yang menggunakan istilah asing, yang ditekankannya adalah pada pengucapan.
”Ini memang butuh pemecahan,” tegasnya dalam sarasehan Kontroversi Penulisan Aksara Jawa di Kota Solo yang digelar di Griya Solopos, Kamis (3/4).

Dia mencontohkan pada penulisan Balaikota Solo masih dipermasalahkan antara istilah balaikota dalam bahasa Indonesia atau balekota (bahasa Jawa). Berdasarkan aturan transliterasi, kata dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa ditulis apa adanya.

Untuk penulisan aksara Jawa pada papan nama Balaikota Solo tersebut, tulisannya hanya memakai taling di depan huruf la, sehingga berbunyi balekota dan bukannya balaikota. Padahal, menurut dia, di atas taling mestinya ditambahkan dirgamure (bunyi sengau ai), sehingga bunyinya menjadi balaikota.

Sangat lengkap

Sementara, anggota Tim Penulisan, Wo Sonto, pada kesempatan itu menjelaskan bahwa penulisan dengan aksara Jawa sebenarnya sudah sangat lengkap. Dibandingkan dengan bahasa Jepang, misalnya, menurut dia, jauh lebih lengkap penulisan aksara Jawa.
Dicontohkan penulisan untuk nama Kampung Ketelan.

”Kalau nama ini ditulis dalam bahasa Jawa, tulisan dengan bacaannya jelas. Tapi kalau ditulis dalam tulisan Latin dalam bahasa Indonesia, maknanya bisa lain,” tuturnya sembari memeragakan yang dimaksud dengan pengertian lain tersebut, yakni bisa seperti orang yang memasukkan sesuatu ke mulut dan kemudian secara tidak sengaja masuk ke dalam perut.
Demikian pula dosen ISI Solo Bambang Murtiyoso sepakat dengan hal itu. Menurut Bambang, dalam berbahasa Jawa pun satu makna bisa menggunakan berbagai istilah atau kata, tergantung pada kepada siapa berbicara. Dicontohkan kata kowe bisa dengan panjengengan, panjengengan dalem, sampeyan, sliramu, dsb. Jadi menurut dia, betapa kayanya bahasa Jawa, termasuk di dalamnya dalam penulisan aksara Jawa.

Sedangkan berbagai permasalahan yang muncul, dia menekankan diselesaikan secara adaptif.

Ketua Pepadi Jateng Sutadi mengemukakan, dalam pelaksanaan penggunaan aksara Jawa untuk nama sejumlah kantor, instansi di Kota Solo ini sejumlah persoalan yang muncul di antaranya soal penyesuaian penulisan bahasa Jawa dengan aksara Jawa dan aksara Latin. Penulisan kata serapan dari bahasa serumpun atau bahasa asing dengan aksara Jawa. Penulisan bunyi f dan v. Demikian pula soal penulisan aksara Jawa untuk kata-kata bahasa Indonesia atau asing (Inggris).

Untuk itulah, Sutadi berobsesi perlunya kaidah penulisan aksara Jawa. Perlu pedoman yang dapat menampung/memecahkan persoalan. Dikatakan pula, Javanese Script Unicode Proposal (JSUP) akan memunculkan kekhawatiran variasi font pada aksara Jawa. Selain itu, diperlukan pedoman yang dapat mewadahi kebutuhan penulisan.

Meski demikian, menurut Mufti Raharjo selaku wakil dari Pemkot yang hadir dalam sarasehan itu, meskipun masih terdapat sejumlah permasalahan, tetap harus ada keberanian untuk memulai, dan harus secara elegan menerima masukan. Tim sudah bekerja sungguh-sungguh, dan targetnya pada 2 Mei 2008 mendatang, bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), seluruh instansi pendidikan di Kota Solo harus sudah menggunakan aksara Jawa.
”Kemudian pada pelaksanaan Kongres Kota Heritage 25-30 Oktober 2008, semua bangunan pemerintah dan nonpemerintah di Solo harus sudah menggunakan papan nama dengan menggunakan penulisan aksara Jawa,” tegasnya, sembari menambahkan, pada akhir Oktober 2008 mendatang juga direncanakan akan dicanangkan Solo Charter serta Perda tentang Cagar Budaya di Kota Solo. - Pardoyo, Litbang SOLOPOS

Solopos Edisi : Sabtu, 05 April 2008 , Hal.1

0 comments: