Sunday, September 6, 2009

Program Sedinten Basa Jawi - Menjunjung Nilai Budi Pekerti

Pemerintah Kota melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaaan Kota Batu, menerapkan nilai-nilai luhur budi pekerti di Sekolah dengan melaksanakan program Sedinten Basa Jawi. Program ini dilaksanakan di jenjang pendidikan TK dan SD di seluruh Kota Batu Jatim.

Menurut Dra. Mistin MPd, Kepala Dinas P dan K Kota Batu, akselerasi program ini sebenarnya, telah sejak lama diterapkan di sekolah melalui mata pelajaran Bahasa Daerah, Bahasa Jawa, di tingkat pendidikan dasar, TK dan SD. Namun, mata pelajaran ini semakin lama makin terkikis dan tenggelam dalam mata pelajaran pendidikan umum yang mengarah ke era global. Disamping itu, dikarenakan dalam proses pembelajaran Bahasa Jawa itu, belum terdapat guru khusus sastra Jawa. Pengajarannya hanya dilakukan oleh Guru Kelas, sehingga ketika harus mempelajari materi misalnya tetembangan, para guru tersebut melewatinya dengan materi lainnya. “Sehingga, hasil proses pembelajaran Bahasa Jawa di Kota Batu ini tidak maksimal,” tukasnya.

Dan sejak saat itulah, pada 2002, Pemkot Batu berpikir dan berusaha merekstrukturisasi mata pelajaran Basa Jawi sebagai kekayaan budaya dan mapel wajib yang harus diajarkan di jenjang pendidikan dasar, TK dan SD. Apalagi, dengan penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada 2006, fungsi dan peran Basa Jawi sangat vital, guna meningkatkan kecintaan terhadap budaya daerah serta ngangsu kawruh terhadap nilai-nilai luhur budaya Jawa yang menyatu dalam pendidikan budi pekerti yang telah ada di masyarakat Jawa.

Disamping itu, Basa Jawi mengandung nilai-nilai budaya dan adat istiadat masyarakat Jawa yang sangat menghargai perbedaan dan menghormati tata krama dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti, terdapat tatanan Bahasa Jawa Ngoko (kasar/biasa), Krama (halus/sopan) dan Krama Inggil (sangat sopan/sangat halus). Strata dalam berkomunikasi dalam Bahasa Jawa tersebut mengandung unsur pendidikan budi pekerti dengan menghargai perbedaan dan menghormati seseorang misalnya kepada orang tua, guru, atasan, kawan, dan sesuai asas norma kehidupan bermasyarakat Jawa pada umumnya.

Demikian halnya, tandas Mistin, pelaksanaan Sedinten Basa Jawi ini adalah realisasi kebijakan Pemkot Batu, dalam rangka pelestarian dan pengembangan Bahasa dan Sastra Daerah yang merupakan bagian dari Kebudayaan Indonesia.

Acuan pelaksanaan progran Sedinten Basa Jawi adalah hasil-hasil Konggres Bahasa Jawa I, II, III dan IV yang kesemuanya merekomendasi Bahasa Jawa diajarkan di sekolah mulai jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum. Namun kenyataannya, pemeliharaan bahasa-bahasa daerah di Jawa Timur, terutama di Kota Batu, selalu mengalami pasang surut.

Bahasa Jawa adalah sebagai Bahasa Daerah kedudukannya sangat lemah, sehingga banyak sekolah yang menghapus pelajaran Bahasa Jawa. Hal itu merupakan langkah mundur. Oleh karena itu, sebagai sinergi kelestarian dan pengembangan, Dinas P dan K Kota Batu, menanggulangi Lunturnya Bahasa Daerah dan Sastra Jawa di Lingkungan Remaja, sejak beberapa tahun lalu menerapkan program Sedinten Basa Jawi di TK/RA dan SD/MI.

Dan karena itu juga, Dinas P dan K di Kota Batu berusaha menata kembali unsur pendidikan budi pekerti melalui program sedinten Basa Jawi tersebut. Program ini, menurut Tanto Mulyo SPd, Msi, Kabid Kebudayaan, telah masuk dalam materi pembelajaran di Sekolah formal, mulai TK hingga Sekolah Dasar. Penerapannya dalam mapel bahasa daerah/Jawa yang diajarkan rata-rata 2 jam per minggu. Mapel ini menyangkut materi penulisan, bacaan, pengertian dan tetembangan serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam implementasinya, Bahasa Jawa yang digunakan untuk pendidikan di Batu menggunakan dasar Bahasa Jawa kulonan (Mataraman/Bahasa Jawa murni) sebanyak 60%. Sedangkan 40% menggunakan Bahasa Jawa Batu (Jawa Timuran). “Hal ini untuk menghindari kekeliruan unsur-unsur Bahasa Jawa yang berdasarkan pakem atau sesuai aslinya. Sehingga, penerapan dalam tingkah laku sehari-hari tetap mengacu pada estetika dan nilai luhur budaya Jawa itu sendiri,” kilah Tanto.

Misalnya, penggunaan unsur kata “Panjenengan” (Krama Inggil) untuk menghormati orang yang dianggap lebih tua, dan itu harus sering dipakai apabila menyapa sesorang yang lebih senior atau untuk para pejabat (Yang Dipertuan Agung). Namun begitu, unsur kata “Sampeyan” yang artinya sama (Krama), Koen atau Kowe (Ngoko), model Bahasa Jawa Timuran, tetap menjadi unsur komunikasi sehari-hari di masyarakat. Bedanya, “Panjenengan” itu lazim digunakan menghormati orang dengan sangat halus (Jawa Mataraman) dan “Koen” sifatnya datar seperti dalam komunikasi kehidupan di masyarakat Jawa Timuran (Dialek Jawa Timur).

Dialek Bahasa Daerah di Jawa Timur, menurut Tanto, juga perlu diajarkan kepada siswa, disamping mengajarkan bahasa daerah standar, agar siswa mengetahui bahwa bahasa daerah yang dipakai komunikasi adalah bahasa stndar lengkap dengan perangkat undha usuk-nya. Akhirnya, siswa tahu dengan siapa dia berbicara, dimana tempat berbicara, dan dalam situasi apa dia memakai Bahasa Daerah/Jawa.

Implementasi pendidikan budi pekerti ini juga diterapkan kepada siswa TK dan SD, disaat siswa memberikan penghormatan kepada guru ketika bertemu di sekolah yaitu dengan mencium tangan guru sebagai rasa hormat. Dan rasa patuh kepada orang yang lebih senior juga diterapkan di sekolah agar siswa tersebut terbiasa menghargai budaya unggah-ungguh dalam kehidupannya sehari-hari.

Kemudian dalam pengembangannya, mapel Bahasa Jawa ini telah masuk dalam kategori KTSP yang mesti dikembangkan oleh masing-masing sekolah di Kota Batu. “Ini merupakan unsur mapel yang wajib dilaksanakan di Kota Batu, terutama di tingkat pendidikan dasar, TK hingga SMP,” kata Tanto.

Tak hanya itu, selain secara formal menerapkan sedinten Basa Jawi di sekolah, Dinas P dan K Kota Batu, juga meningkatkan kecintaan terhadap Bahasa Jawa ini secara non formal melalui lomba “Pidato Bahasa Jawa” untuk SD/MI kelas 4, 5 dan lomba “Menulis Aksara Jawa” untuk siswa SMP/MTs, serta lomba “Macapat” (tembang-tembang Jawa) yang dilaksanakan setiap tahun, sejak tahun 2007 lalu. Dan 2008 ini, berbagai lomba dilaksanakan dalam rangka memperingati bulan dan tahun Bahasa, 29 Oktober di Balai Desa Punten dan SDN Punten 01.

Lomba “Pidato Bahasa Jawa” ini diikuti puluhan peserta dari siswa SD/MI di Kota Batu. Sedangkan pemenangnya didominasi para siswa di Kecamatan Batu, yaitu Siti Yuliati SDN Oro-Oro Ombo 2 (Juara 1), Gracia Surya SDK Sang Timur (Juara 2), Dandi Kurniawan SDN Pesanggrahan 01 (Juara 3), Aprillia Dian Pertiwi SDN Ngaglik 04 (Juara 4), Novelia Dinastika SDN Songgokerto 01 (Juara 5), Safira Indah SDN Ngaglik 03 (Juara 6).

Sedangkan dalam lomba Moco Nulis Aksara Jowo diikuti 18 peserta siswa SMP/MTs di Kota Batu. Dan juaranya adalah Yunsaku Torifu Lailatul dari SMPN 3 (juara 1), Ekkey Aprillia dari SMPK Widyatama (juara 2), Fernanda Ayuning dari SMPN 1 (juara 3), Nurfita Sri Rahayu SMP Maarif (Juara 4), Khusnul Inayah SMP Muhamadiyah 8 (Juara 5), Asih SMP Taman Siswa (Juara 6).[]

saka kene

0 comments: