Suparto Brata
Kata Mas Cipto Dosen Uness Semarang ketika menghadiri Festival Sastra Jawa dan Desa Inovatif di Cakul Trenggalek 4 Agustus 2009 lalu, untuk menyemarakkan bahasa dan sastra Jawa jangan selalu mengharapkan uluran tangan dari pemerintah melulu. Ini kebutuhan kita, marilah kita berusaha memberdayakannya dengan penuh semangat, seperti halnya ketika para sastrawan dan pemeduli bahasa Jawa menghadiri Festival Sastra Jawa dan Desa Inovatif di Cakul ini
Saya heran sekali. Kata orang sudah diselenggarakan Konggres Bahasa Jawa 4 kali, berjarak lima tahunan selang seli pada tiga propinsi, yaitu Jateng, Jatim, dan DIJ. Niatnya agar bahasa Jawa dan sastra Jawa bisa bersemarak kembali jadi bahasa harian orang Jawa di tiga propinsi itu. Sudah diselenggarakan empat kali, artinya niatan tadi kan sudah berlangsung 20 tahun. Ternyata keadaan bahasa Jawa maupun sastra Jawa sebelum dilaksanakan konggres-konggres dan saat ini sama saja. Bahasa Jawa zaman sekarang juga tidak semarak seperti zaman sebelum diselenggarakannya konggres-konggres. Sastra Jawa, siapapun yang ingin berkarya, maupun siapa pun yang ingin membaca sastra Jawa ya hanya pada majalah bahasa Jawa Penjebar Semangat, Jaya Baya dan Djaka Lodang. Tidak berkembang lagi, bahkan boleh dikatakan surut, karena jumlah pelenggan majalah-majalah tadi kian hari kian surut, sehingga jumlah yang beredar sebelum ada konggres bahasa Jawa lebih banyak daripada masa kini. Dengan begitu dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil konggres-konggres yang mestinya diikuti langkah-langkah peraturan pemerintah yang seharusnya dipatuhi di tiga propinsi itu, ternyata sangat minim dilakukan. Kalau pun ada Perdanya, juga tidak dipatuhi pelaksanaannya oleh masyarakatnya di tiga propinsi tadi. Sia-sia?
Lanjut?
0 comments:
Post a Comment