Sunday, November 28, 2010

Pengarang Wanita Pertama dalam Kesusastraan Jawa Modern

ST IESMANIASITA:
Pengarang Wanita Pertama dalam Kesusastraan Jawa Modern


Bagi penikmat dan pengamat kesusatraan Jawa jaman kemerdekaan, St Iesmaniasita adalah nama yang sudah tidak asing lagi. Banyak karya-karyanya yang tersebar di kalangan masyarakat lewat majalah-majalah berbahasa Jawa, atau lewat kumpulan cerita pendek serta antologinya yang telah diterbitkan. Hasil karyanya berupa sajak (dalam sastra jawa disebut geguritan atau guritan), cerita pendek (cerita cekak disingkat cekak).


St Iesmaniasita sebenarnya adalah nama samaran. Dan nama samaran ini lebih banyak dikenal daripada nama sebenarnya, Sulistyo Utami. Ia, lahir di Terusan, Mojokerto pada tanggal 18 Maret 1933. Pendidikan terakhir di IKIP jurusan Antropologi Kebudayaan. Adapun jabatan yang ditekuninya ialah guru. Ia mulai mengarang sejak kelas III SMP. Sejak 1958 menjadi guru di SD Negeri Purwotengah 2 lalu pindah ke SDN Wates 6 sampai menjadi Kepala Sekolah dan pensiun.
Menerima Hadiah Sastra Rancage tahun 1999 karena jasa-jasanya dalam pengembangan sastra Jawa.

Menurut pengamatan hasil karya sastranya hingga sekarang tidak kurang dari 82 cerita pendek, 514 geguritan serta beberapa esai yang membicarakan kesusastraan Jawa.

Adapun buku kumpulan hasil karyanya adalah :

1.Kidung Wengi Ing Gunung Gamping
(Nyanyian Malam di Gunung Kapur),
diterbitkan Balai Pustaka, Jakarta, tahun 1958 dengan seri nomor 2053. Isinya terdiri dari 8 cerita pendek, masing-masing berjudul :
a.Kembang Mlathi Sagagang ,
b.Wengi ing Pinggir Kali,
c.Lagu kang Wekasan,
d.Lingsir ing Pesisir,
e.Jugrug,
f.Gerimis,
g.Ing Sunaring Rembulan,
h.Ing Sawijining Wengi.

2.Kringet saka Tangan Prakosa (Keringat dari Tangan Perkasa)
Kumpulan cerita pendek ini terdiri sari cerita pendek yang berjudul:
a.Tandure Ijo Kumlawe,
b.Calon Ratu,
c.Kringet saka Tangan Prakosa
d. Dinane Isih Riyaya
e.Atine Bocah.

Buku kumpulan cerita pendek Kringet saka Tangan Prakosa (Keringat dari Tangan Perkasa) terbit tahun 1974 oleh Yayasan Penerbitan Jaya Baya, Surabaya. Secara mendalam buku tersebut pernah diwawas oleh Suripan Sadi Hutomo, seorang pengamat sastra Jawa pada majalah Jaya Baya.


3.Buku Kalimput ing Pedhut (Tersaput Kabut)
Berbeda dengan kedua buku diatas, Kalimput ing Pedhut berisi gabungan karya sastra St Iesmaniasita yang berupa cerita pendek dan geguritan. Jumlah cerita pendek yang terhimpun dalam buku tersebut sebanyak 3 buah, masing-masing berjudul:
a.Lagu Lingsir Wengi,
b.Kalimput ing Pedhut,
c.Rembulan Kalingan Mega

Sedangkan yang berbentuk geguritan sejumalh 20 buah, masing-masing berjudul:
a.Kowe wis lega?
b.Satengahing samodra
c.Kabar
d.Geguritan ing sunaring rembulan
e.Napisah
f.Padhang bulan
g.Oleh-oleh
h.Katur ibu
I.Saka tlatah cengkar
j.Saka padesan
k.Lagu pangumbaran
l.Akir liburan
m.Ing sungapane bogowonto
n.Nusaku
o.Gunung tinutup ing salju
p.Ukiran
q.tuwuhan rasa
r.Wayah sore
s.Patemon
t.Dhadhal


Antologi Kalimput ing Pedhut ini diterbitkan Balai Pustaka, Jakarta, tahun 1976, seri nomor 2423. Secara sepintas antologi ini dibicarakan pula oleh Poer Adhie Prawoto, dalam buletin Baluwarti No.1 Tahun ke 1. Buletin ini diterbitkan oleh Pusat Kesenian Jawa Tengah Surakarta dan berisi masalah-masalah yang berkaitan erat dengan kebudayaan dan kesusastraan Jawa.


4.Geguritan (Antologi Sajak-sajak Jawa)

Antologi ini diterbitkan oleh Pustaka Sasanamulya, Surakarta tahun 1975. Merupakan kumpulan geguritan 13 orang penyair dengan 76 geguritan, termasuk 7 geguritan karya St Iesmaniasita sendiri yang belum termuat dalam antologi Kalimput ing Pedhut. Adapun penyair-penyair yang beruntung karyanya dipungut oleh St Iesmaniasita dalam antologi tersebut adalah Anie Sumarno, Moeljono Soedarmo, Muryalelena, N sakdani, Priyanggono, Rachmadi K, Sl. Soeprijanto, St Iesmaniasita, sujono, Susilomurti, Tamsir AS, Trim Sutidjo, dan TS Argarini, yang kesemuanya adalah penyair seangkatan St Iesmaniasita sendiri, Angkatan '50.
Antologi Geguritan ini telah dibicarakan oleh Muryalelana dalam rangkaian tugas yang diberikan oleh Dra sri Rahayu Prihatmi Pietarsono, dari Fakultas Sastra dan budaya Universitas Diponegoro Semarang, dalam meneliti perkembangan kesusastraan Jawa Zaman Kemerdekaan.

Disamping keempat buku yang telah disebut diatas, St Iesmaniasita masih mempunyai naskah kumpulan cerita pendek karyanya sendiri pula yang digabung dengan beberapa geguritannya. Naskah tersebut diberi judul Lintang Ketiga (Bintang di Musim kemarau). Cerita pendek yang terhimpun dalam naskah tersebut berjumlah 6 buah, dan merupakan karyanya yang ditulis antara tahun 1957 sampai dengan 1963.
Judul cerita pendek tersebut masing-masing:
a.Tetesing Udan ing Pamulangan (tetes Hujan di sekolah),
b.Tiyupan Pedhut Anjasmara (Hembusan Kabut di Gunung Anjasmara)
c.Rasad (Rasad)
d.Durung Rampung (Belum Selesai)
e.Lintang Biru (Bintang Biru), dan
f.Cahya saka Selaning Mega (Cahaya dari Sela-sela Awan).

Sedangkan yang berbentuk geguritan sebanyak 18 buah, yaitu karya-karya St Iesmaniasita yang ditulis antara tahun 1955 sampai tahun 1959. Naskah tersebut sampai sekarang masih disimpan oleh pengarangnya mengingat sampai saat ini masih sulit kiranya mencari penerbit yang bersedia mengulurkan jasanya untuk mencetak buku-buku karya sastra Jawa.


ISI DAN BAHASA
Bagi siapa pun (sekalipun belum mendalam menikmati karya sastra Iesmaniasita) yang sensitif terhadap karya sastra akan dengan cepat dapat menduga apa yang tertuang dalam karangan-karangan yang diciptakannya. Pepatah Jawa mengatakan 'janma limpat seprapat tamat', maksudnya walaupun baru seperempat bagian mencicipi tetapi telah dapat menangkap maksud keseluruhannya. Sebab hakikat jiwa pengarangnya telah diwakili oleh simbol-simbol kata yang dipilihnya dalam menyusun tulisannya tersebut. Sebagaimana dituangkan dalam kata-kata yang dipergunakan untuk mengemukakan judul-judul buku kumpulan karya sastranya dan diperkuat oleh beberapa judul cerita pendek dan geguritannya, dapat menuntun pembaca ke arah mana sasaran ceritanya itu dan apa yng bakal didendangkan dalam kreasi-kreasinya tersebut. Kata-kata seperti Kidung wengi ing Gunung Gamping, telah mengantarkan alam pikiran pembacanya tentang gambaran suasana pada malam hari yang sepi di tempat yang gersang jauh dari kemewahan kegembiraan. Di sana hanya kesunyian yang menyekap dengan suara sayup sampai yang menyayap karena himpitan hidup yang kejam. Pun judul Kalimput ing Pedhut akan membawa logika kepada suatu langkah yang tertutup oleh kepekatan mega yang menggigit sehingga sulit untuk menentukan pilihan. Dan Kringet saka Tangan Prakosa menggambarkan perjuangan hidup yang amat berat, dan seandainya tidak perkasa apalah jadinya hidup itu.


Yang lansung berkaitan dengan pokok persoalan disini ialah bahwa sejak zaman dahulu hingga kerajaan Surakarta dan Yogyakarta belum terdapat pujangga wanita. Bahkan hingga zaman Jepang berkuasa di bumi Nusantara pun dalam lembaran sejarah kesusastraan jawa belum pernah ditemukan hasil karya sastra yang diciptakan oleh pengarang wanita. Pada zaman kemerdekaan di mana bahasa Jawa berkedudukan sebagai bahasa daerah, namun masih sanggup melanjutkan sejarah perkembangannya, muncullah seorang wanita yang mempunyai bakat seni sastra berusaha menampilkan buah karyanya dalam masyarakat pendukungnya. Dialah St Iesmaniasita atau Sulistyo Utami Djojowisastro. Dan pada masa sekitar tahun 1954, dia pulalah satu-satunya pengarang wanita dalam kesusastraan Jawa. Sehingga wajarlah bila St Iesmaniasita disebut sebagai peretas jalan bagi kaumnya dalam mengayun langkah mengembangkan Kesusastraan Jawa Zaman Kemerdekaan.

Bersamaan dengan munculnya pengarang wanita ini, muncul pula pengarang-pengarang berbahasa jawa yang senada, antara lain Sudharma KD, Esmiet, Susilomurti, Tamsir AS, Rachmadi K, Muryalelana, Kuslan budiman, Sahid Lang-lang, M Soeroso WR, Basuki Rachmat dan lain-lain. Tahun-tahun berikutnya setelah St Iesmaniasita menampakkan aktivitasnya mengisi lembaran sejarah Kesusastraan Jawa Zaman Kemerdekaan, muncul nama-nama pengarang wanita yang lain, misalnya Titiek Sukarti yang sering menggunakan pseudonim Argarinie, Ny Widodo, Ismiati dan sebagainya. Setelah peristiwa G 30 S/ PKI nampak pengarang wanita generasinya yaitu Th Sri Rahayu Prihatmi, Suharsini Wisnu, Ieskasiah Sumarto., Enny Sumargo, Sri Setya Rahayu, Totilowati, Astuti Wulandari, Titah Rahayu, Yunani, dll. Lebih-lebih setelah tahun 1972 Pusat Kesenian Jawa Tengah di Surakarta yang hampir setiap tahun menyelenggarakan sarasehan sastra Jawa, kemudian tahun 1975 di Jawa Tengah pula terbentuk Proyek Pembinaan Bahasa dan Sastra Jawa, makin banyak generasi penerus St Iesmaniasita yang ikut memperkuat barisan pengarang wanita dalam kesusastraan Jawa.

Maka dari uraian ini dapat dimaklumi, betapa gigih penagarang wanita kelahiran Terusan Mojokerto ini dalam ikut-serta memacu perkembangan Kesustraan Jawa Zaman Kemerdekaan. Ini sebagai bukti bahwa Kesusastraan Jawa masih mampu mempertahankan kehidupannya, meski dalam suasana yang sesuram ini.

(Dikutip dari St Iesmaniasita: Pengarang Wanita Pertama dalam Kesusatraan Jawa Modern, dalam buku Wawasan Sastra Jawa Modern karya Poer Adhie Prawoto, penerbit Angkasa, Bandung, 1993, halaman 67 sd.72)

0 comments: