SURABAYA, KOMPAS.com — Kepenyairan sastra Jawa generasi baru mulai bermunculan. Namun, kehadiran mereka dalam dunia sastra belum signifikan bagi perkembangan kekaryaan sastra Jawa.
Demikian dikatakan Ketua Umum Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS) Bonari Nabonenar ketika dihubungi, Selasa (4/1/2011) di Surabaya.
Ia mengatakan, setidaknya kemunculan generasi baru kepenyairan Jawa bisa diamati dari majalah Panjebar Semangat dan majalah Jayabaya, selain jejaring sosial (Facebook) yang menjadi alternatif penyair-penyair baru untuk menyosialisasikan karyanya.
"Penulis-penulis baru juga bermunculan, tapi masih kurang signifikan. Apalagi, menyangkut tata bahasanya masih didapati banyak persoalan. Berbeda dengan penulis dan penyair lama yang sudah tidak lagi menemui persoalan dengan bahasa Jawa," katanya.
Bonari mencermati, sepertinya penulis sastra Jawa yang mulai bermunculan itu memulai menulis sastra (geguritan atau puisi berbahasa Jawa) dalam bahasa Indonesia, lalu mereka terjemahkan kembali ke dalam bahasa Jawa.
"Kalau mengamati kemunculan mereka, baik di majalah Panjebar Semangat, Jayabaya maupun jejaring sosial, karya mereka cukup bagus dan tinggal mempertajam puitikanya dengan menguasai bahasa Jawa," katanya.
Ia mengatakan, keberadaan majalah berbahasa Jawa, Panjebar Semangat dan Jayabaya, secara langsung ataupun tidak langsung, memberikan sumbangan sangat signifikan terhadap kemunculan generasi baru sastra Jawa.
"Generasi baru penulis sastra Jawa bukan berarti usianya memang masih muda, tetapi lebih kepada kekaryaan sastra yang baru dan mereka menyukainya dan menulisnya," kata Bonari.
Bonari mengemukakan, kemunculan generasi baru dalam kepenyairan sastra Jawa yang sudah menjadi benih itu tinggal dirawat untuk keberlanjutan sastra Jawa.
"Untuk pematangan diri, penulis-penulis baru bisa memanfaatkan jejaring sosial dan saling support antarmereka. Sumbangan jejaring sosial yang saya amati sangat efektif untuk penulis-penulis sastra generasi baru," katanya.
Pada satu sisi yang lain, demikian kata Bonari, pihak pemerintah telah pula berupaya menjaga bahasa Jawa, tetapi kurang memerhatikan penggunaan tata bahasa dalam pelbagai kepentingan.
"Saya melihat, di spanduk-spanduk untuk sosialisasi bayar pajak atau kampanye tertib lalu lintas masih terdapat banyak ejaan yang salah. Misalnya, Monggo bayar PBB," katanya.[ M.Latief]
sumber: http://oase.kompas.com/read/2011/01/04/20515885/Penyair.Jawa.Mulai.Bermunculan
nggalek.co
8 years ago
0 comments:
Post a Comment