Film Impor Bahasa Lokal TV Lokal semakin besar content lokalnya. Bahkan, film impor di dubbing ke bahasa daerah.
Seiring lahirnya Undang-Undang 32/2002 tentang penyiaran, TV lokal tumbuh dimana-mana. Hingga kini,setidaknya terdapat 65 stasiun TV lokal yang rutin siaran. Mereka seperti berlomba-lomba menampilkan keunikan daerah masing-masing dalam program TV mereka. Yang lebih unik lagi, bahasa pengantar yang dipakai adalah bahasa daerah mereka sendiri.
Sebut contoh, stasiun televisi Jawapos TV (JTV). Stasiun TV ini dianggap pionir di kawasan Jawa Timur, dengan klaim jumlah pemirsa sebanyak 37 juta orang. Dengan moto Seratus Persen Jawa Timur , stasiun ini aktif mengemas program-program baru bagi pemirsanya. Menurut Satya Priambodo, Marketing Communication JTV, 90% conten acara di JTV mengakomodasi keragaman budaya Jawa Timuran. Pihak JTV bahkan melakukan sulih suara film-film impor ke bahasa Suroboyoan. Seperti dalam film mandarin Girl Talk dan film Swordman. Dalam film Swordman , seorang bintang film bicara “ Pak dhe, uruk ono aku main pedang yo!” (Paman ajari aku main pedang ya!).
Hebatnya, sejak disulihsuarakan, rating JTV langsung meroket, iklan pun berdatangan. Selain itu, menurut Satya Priambodo, program berita berbahasa daerah yang berjudul Pojok Kampung , Ludruk Kartolo , Kidung Rek , juga mendapat rating tinggi. Melalui channel 36 UHF, JTV juga bisa menjangkau Madura, JTV menciptakan program berita berbahasa Madura yang diberi judul Pojok Medhureh .
Sulih suara yang dilakukan JTV sempat mendapat protes dari sebagian masyarakat. Pasalnya, ada beberapa kata yang terlalu kasar di telinga pemirsa. Menanggapi hal tersebut, Satya punya argument.
“Bahasa Surabaya memang begitu. Tidak seperti bahasa Jawa yang lain, yang ada bahasa kromo atau bahasa ngoko – nya. Makanya, kami tidak ingin menutup – nutupinya. Kami mau konsisten dengan moto Seratus Pesen Jawa Timur ,” tukas Satya Priambodo.
Untuk membuat program TV dengan men dubbing film impor ke bahasa daerah tidaklah mudah, juga membutuhkan biaya yang besar. Sukses JTV tidak lepas dari peran tim dari Studio Incofo. Di bawah naungan Helmi dan Hera, Incofo telah men dubbing banyak film Mandarin ke dalam bahasa Surabaya. Dubber yang disertakan dalam proyek ini mesti benar – benar Suroboyoan.
Kesulitan yang kerap muncul dalam proses dubbing ini terjadi pada proses menyamakan dan mengejar lip sing yang ada di dialog aslinya dengan dialog Suroboyoan. Menerjemahkan dialog bahasa Indonesia ke dalam bahasa Surabaya juga tidak mudah. Bahkan karena tidak mudahnya itu, kadang dubernya sendiri diupayakan untuk bisa improve sendiri ketimbang harus berpatokan pada terjemahannya. Jika tidak begitu, dikhawatirkan justru akan memakan waktu yang lama. Denga 9 orang dubber, Incofo yang biasa bisa men dubbing empat episode film dalam sehari, hanya mampu mengerjakan dua episode ke bahasa Surabaya. Terobosan baru yang dilakukan JTV ini seyogyanya diikuti TV swasta lokal lain. Buktinya, Studio Incofo kini juga mengerjakan dubbing ke bahasa Sunda.
Lain halnya tanggapan Jogja TV. Menurut Eka Susanto, Manager Operasional Jogja TV, pihaknya tidak mau gegabah menyulihsuarakan film – film asing ke bahasa Jawa. “ Kami masih hati – hati untuk melakukan itu. Selain stasiun Televisi kami belum cukup memiliki peralatan yang memadai. Kami juga tidak ingin disebut ikut – ikutan dengan JTV,” katanya.
Dalam menghadapi persaingan TV Lokal di Jogjakarta, Jogja TV yang memiliki moto Tradisi Tiada Henti , lebih konservatif. Mereka lebih intens menayangkan program – program yang bersifat ke daerahan dan menjaga nilai kebudayaan. Disamping juga memiliki program berita daerah yang bertajuk Parwartos Ngajogjakarto.
Kemunculan Pawartos Ngajogjakarto pada awalnya tidak di terima begitu saja oleh masyarakat Jogja. Buktinya, saat pertama kali program berita ini muncul, hujan kritik mampir kemeja redaksi. Mulai soal gaya anchor sampai tata bahasa yang kurang bagus. Kritik itu pelan – pelan melakukan perubahan. Sampai saat ini, jogja TV yang hadir melalu channel 48 UHF sudah memiliki 45% content lokal pada program – programnya.
TV swasta lainya yang berupaya mengangkat potensi ke daerahan adalah Bali TV. Dengan prosentase 80% content lokal seperti Seputar Bali , Oti Bali , S ineme Bali, Pesona Bali, jangkauan stasiun TV ini bahkan mencapai Darwin, Australia. Sebanyak 20% Program di Bali TV menggunakan bahasa daerah. Menurut Ririn, PR Manager Bali TV, pemuda di Bali sekarang ini lebih banyak yang fasih berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris ketimbang bahasa Bali. Namun, soal sulih suara, Bali TV tidak melakukannya terhadap film-film impor. Soalnya, Bali TV justru pengin membidik kalangan ekspatriat yang banyak pelesir di Bali. Yang menarik, sinema yang ditayangkan di Bali TV merupakan sinema hasil garapan para sineas yang berada di Bali. Umumnya sinema yang mereka buat itu adalah sinema yang berlatar belakang kehidupan Bali sendiri. []
Majalah BEHIND THE SCREEN Agustus 2005
Copyright © 2007 Asosiasi Televisi Lokal Indonesia
Mengorbit dengan Tulisan Kreatif
7 years ago
0 comments:
Post a Comment