Tuesday, March 4, 2008

PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA: SASTRA JAWA, MENGAPA TIDAK TERBACA OLEH SISWA? (Studi Kasus di SMA Surakarta)

Oleh Farida Nugrahani
Univet Bangun Nusantara Sukoharjo

A. PENDAHULUAN

Sampai saat ini kondisi pembelajaran sastra di Indonesia secara umum masih memrihatinkan, terlebih lagi pembelajaran sastra Jawa. Berbagai macam keprihatinan dan keluhan sering disampaikan dalam pembicaraan tentang pembelajaran sastra di sekolah. Pembicaraan tersebut, antara lain mengenai minimnya bahan ajar sastra yang tersedia di sekolah, rendahnya minat baca siswa terhadap karya sastra (literer), kekacauan antara konsep dan praktik pembelajaran, ketidaksesuaian antata orientasi evaluasi hasil belajar dengan tujuan pembelajarannya, dsb. Keprihatinan disampaikan oleh berbagai kalangan, baik sastrawan, pakar sastra, maupun guru yang terjun di lapangan. Menurut Sayuti (1998: 2), hal tersebut, konon mulai disuarakan sejak tahun 1950-an dalam seminar sastra di Universitas Indonesia.



Menbudpar RI, saat membuka pertemuan Majelis Sastra Asia Tenggara di Sekayu, juga menyampaikan keprihatinan terhadap kondisi pembelajaran sastra dewasa ini. Menurut Menbudpar, nasib pembelajaran sastra di Indonesia dan beberapa negara lain pada umumnya cenderung diabaikan. Akibatnya, anak-anak muda saat ini lebih senang (menonton) film animasi daripada (membaca) karya sastra (Sir ). Ditegaskan pula bahwa sesungguhnya sastra berperan besar dalam mengajarkan nilai-nilai luhur kepada anak bangsa, namun akibat orientasi kemajuan zaman lebih berpatokan pada hal-hal yang bersifat kebendaan, pengajaran sastra menjadi terabaikan. Tanpa disadari nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa Indonesia pun, saat ini ikut meluntur (Dot.).

Menbudpar menyatakan, bahwa sudah saatnya Indonesia mengedepankan pembelajaran sastra, dengan tidak lagi melakukan keteledoran dan terlena pada hal-hal yang bersifat materi fisik, serta hanya menginginkan hasil-hasil yang mudah dilihat. Karena itu, sudah waktunya kurikulum sekolah memberikan porsi yang lebih pada bidang sastra, sehingga anak-anak mengenal sastra lebih dini. Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh Dendi Sugondo, Kepala Pusat Bahasa Depdiknas (Sir.).

Sementara itu, Taufik Ismail sastrawan terkemuka Indonesia, mengeluhkan tentang menurunnya kegiatan mengarang dan apresiasi sastra di sekolah selama kurun waktu lima puluh tahun ini (). Dalam sebuah wawancara Ismail menyampaikan bahwa perkembangan sastra di Indonesia saat ini macet, dan pembelajaran sastra belum difungsikan sebagaimana mestinya. Padahal sastra adalah sarana yang penting untuk melatih siswa berpikir kritis, dan bernalar (). Melalui penelitiannya Ismail (2000: 64) menemukan, bahwa pembelajaran sastra di SMA “nol buku”, tidak ada karya sastra yang wajib dibaca siswa sampai tuntas. Padahal dulu pada era Algemeene Middelbare School (AMS) Hindia Belanda, siswa sudah diwajibkan membaca 15-25 judul karya sastra ( ). Bila demikian keadaannya, mungkin memang pantas bangsa Indonesia disebut sebagai “bangsa yang rabun membaca dan lumpuh menulis”, sebab beberapa waktu sebelumnya, Dharma (1983: 62), juga menyatakan hal senada, bahwa bangsa ini kurang membaca, lebih-lebih dalam membaca bacaan yang baik.

Masalahnya adalah, mengapa para siswa (SMA) saat ini kurang berminat terhadap sastra? Mengapa sastra Jawa tidak terbaca dan bahkan terasa asing bagi siswa? Lalu bacaan sastra macam apakah yang sesungguhnya diakrabi dan diinginkan oleh para siswa (SMA) itu? Untuk menemukan jawaban atas masalah-masalah tersebut, penelitian sederhana ini dilakukan. Dengan harapan, jawaban tersebut akan sekaligus dapat memberikan sedikit masukan bagi usaha peningkatan kualitas pembelajaran sastra (Jawa) yang saat ini dinilai orang masih kurang berhasil.

B. METODE

Berdasarkan jenisnya, penelitian ini termasuk dalam studi kualitatif deskriptif. Alasan digunakannya metode kualitatif deskriptif karena metode itu: (1) dapat menggambarkan proses dalam situasi yang alami tanpa rekayasa peneliti, dan dapat mengungkap hubungan yang wajar antara peneliti dan informan (Sutopo, 2003: 2); (2) memungkinkan pendokumentasian yang sistematis tentang pelaksanaan program, sehingga dapat digunakan sebagai landasan pengembangan teori secara induktif (Muhadjir, 1996: 109); (3) memungkinkan adanya analisis induktif, yang berorientasi pada eksplorasi, penemuan dan logika induktif, sehingga teori yang dihasilkan didasarkan pada pola dalam kenyataannya; dan (4) memungkinkan untuk pendeskripsian perilaku manusia dalam konteks natural, yaitu konteks kebulatan menyeluruh, sebab suatu fenomena hanya akan dapat ditangkap maknanya dalam keseluruhan.

Sementara itu, ditinjau dari karakteristiknya, penelitian ini termasuk dalam studi kasus, karena hasil penelitian didasarkan pada konteksnya, dan tidak ada usaha untuk generalisasi. Lebih dari itu, pada dasarnya semua penelitian kualitatif adalah studi kasus. Dalam studi kasus peneliti dapat berinteraksi terus menerus antara isu-isu teoretis yang diteliti dengan data yang dikumpulkan, dan dimungkinkan penggunaan berbagai sumber bukti tentang peristiwa yang berkonteks kehidupan nyata (Yin, 2000: 65- 85). Sebenarnya, semua penelitian kualitatif bersifat holistik, namun karena fokus utama penelitian ditentukan sebelum ke lapangan, penelitian ini termasuk dalam studi kasus terpancang (embedded case study). Sejak awal, masalah telah dirumuskan untuk membimbing arah penelitian, dan hal-hal yang tidak relevan diabaikan, agar penelitian lebih fokus.

Dilihat dari jumlah kasusnya, strategi penelitian ini termasuk studi kasus ganda, karena berisi lebih dari satu kasus (Yin, 2000: 54). Kasus terdapat di empat sekolah yang masing-masing memiliki karakteristik berbeda. Dipilih empat sekolah sebagai lokasi penelitian, dengan harapan agar ada keterwakilan dari masing-masing kategori sekolah unggulan dan bukan unggulan, baik negeri maupun swasta.

Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2006 di Kota Surakarta, tepatnya di SMA Negeri 1, SMA Negeri 8, SMA AL-ISLAM 1, dan SMA Murni, yang masing-masing mewakili sekolah negeri dan swasta unggulan dan bukan unggulan. Kota Surakarta dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan salah satu pusat budaya Jawa (selain Yogyakarta). Surakarta memiliki dua buah keraton Kerajaan Mataram, yaitu Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran. Dengan demikian orang dapat berasumsi bahwa masyarakat Surakarta lebih akrab dengan budaya Jawa (termasuk sastranya) karena tinggal di pusat Kebudayaan Jawa. Setidaknya, tentu orang sepakat bila Surakarta dapat digunakan sebagai barometer untuk mengetahui bagaimana eksistensi budaya Jawa saat ini, di kalangan masyarakat pemiliknya.

Selanjutnya, untuk dapat menarik simpulan dibutuhkan data yang akurat. Data dalam penelitian ini sebagian besar berwujud kata-kata, yang diperoleh melalui sumber dokumen, informan dan peristiwa. Guba & Lincoln (1981: 228) menjelaskan, yang disebut dengan dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film. Dokumen merupakan pendukung bukti, sebab dokumen dapat memberikan rincian spesifik yang mendukung informasi dari sumber-sumber lain (Yin, 2000: 104). Data tentang jumlah dan jenis buku yang dikoleksi dan dibaca para siswa SMA di Surakarta dikumpulkan melalui sumber data dokumen perpustakaan sekolah. Selain itu, narasumber (informan) juga sangat penting perannya sebagai individu yang memiliki informasi. Informan kunci dalam penelitian ini adalah siswa di sekolah yang diteliti, yang dapat memberikan keterangan tentang masalah yang dikaji dan juga saran tentang sumber bukti lain yang mendukung penelitian (Yin, 2000: 109). Adapun informan tambahannya, adalah para guru sastra Jawa. Data tentang minat siswa terhadap sastra, serta macam-macam karya sastra yang dibacanya, dikumpulkan melalui sumber ini.

Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan teknik purposive sampling, dalam hal ini yang disampling adalah informannya. Sampling dilakukan bukan untuk keperluan generalisasi statistik atau mewakili populasinya, tetapi untuk mewakili informasinya. Menurut Moleong (1990: 165), purposive sampling dilakukan untuk menjaring data sebanyak mungkin dari berbagai macam sumber, tidak memusatkan pada perbedaan yang akan dikembangkan dalam generalisasi, tetapi pada kekhususan yang ada dalam konteks yang unik, dan menggali informasi yang menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Jika tidak ada lagi informasi penting yang dapat dijaring, penarikan sampel dalam penelitian diakhiri.

Adapun teknik yang akan digunakan untuk menggali data adalah teknik interaktif dan noninteraktif meliputi wawancara mendalam (in-depth interviewing) dan observasi berperan (participant observation) serta analisis dokumen (content analysis), dan kuesioner terbuka (open-ended questionnaire). Data yang diperoleh dideskripsikan dalam bentuk catatan lapangan (fieldnote), yaitu catatan tertulis tentang apa yang di dengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan peneliti dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif (Bogdan & Biklen 1982: 4). Fieldnote berisi kumpulan data mentah yang selanjutnya direduksi. Fieldnote memuat identitas, deskripsi data, dan refleksi, yang merupakan catatan tentang pemikiran peneliti yang bersifat subjektif, dan spekulasi, perasaan, kesan, serta masalah yang muncul dalam pemikiran peneliti. Refleksi inilah yang memandu langkah penelitian pada kegiatan yang lebih kemudian.

Agar data dapat dipertanggungjawabkan sebagai titik tolak penarikan simpulan, perlu diperiksa kredibilitasnya (Nurkamto, 2000: 42). Menurut Subroto (1992: 34), data harus memenuhi syarat kesahihan (validitas) dan keajegan (reliabilitas). Data dikatakan valid apabila sesuai dengan masalah yang diteliti, dan reliabel apabila terdapat secara meyakinkan pada beberapa sumber atau diuji dengan beberapa teknik. Validitas data penelitian ini diuji melalui triangulasi sumber, dan metode. Triangulasi sumber mengarahkan peneliti untuk mengumpulkan data dari beragam sumber yang tersedia, karena data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya apabila digali dari sumber yang berbeda. Validitas sumber dalam penelitian ini diuji melalui wawancara mendalam kepada para informan. Triangulasi metode ditempuh dengan cara menggali data yang sama dengan metode yang berbeda (Sutopo, 2002: 80), misalnya data yang diperoleh melalui kuesioner dibandingkan dengan wawancara, dan pemeriksaan dokumen. Validitas data diusahakan juga melalui review informan dan data base. Sementara itu, reliabilitas data diusahakan melalui pelaksanaan penelitian --seperti dalam prosedur pengumpulan datanya--, yang dapat diinterpretasikan dengan hasil yang sama (Yin, 2000: 38). Dengan tercapainya reliabilitas data, diharapkan dapat meminimalkan kekhilafan (error) dan penyimpangan (bias) dalam penelitian. Reliabilitas data juga diusahakan dengan membuat seoperasional mungkin langkah-langkah penelitian, dan kesiapan peneliti untuk diperiksa sewaktu-waktu bila diperlukan, seperti yang disampaikan oleh Yin (2000: 45).

Karena penelitian dilakukan di empat sekolah, maka digunakan analisis antar kasus (cross-sites analysis), dengan model analisis interaktif dari Miles & Huberman (1984: 23). Komponennya meliputi reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan/ verifikasi. Ketiga hal tersebut dilakukan semasa pengumpulan data, dan aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif. Setelah pengumpulan data selesai, interaksi dilakukan antar komponen, dan bila perlu pemantapan dalam penarikan simpulan, dapat dilakukan kembali pengumpulan data baru.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Minat Siswa terhadap Sastra

Minat adalah konsekuensi dari sikap positif. Minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang agak menetap dalam subjek untuk merasa tertarik kepada sesuatu dan merasa senang untuk berkecimpung dalam bidang tersebut (Winkel, 1983: 30). Menurut Bloom (1970: 24), minat yang tinggi kepada suatu objek akan mengakibatkan orang tergila-gila pada objek yang diminatinya. Dijelaskan pula bahwa minat dapat dilihat melalui beberapa indikator, yaitu: (1) dengan sadar menerima; (2) mau menerima; (3) mempunyai perhatian yang terpilih dan terkontrol; (4) menyetujui untuk merespon; (5) mau merespon; (6) memutuskan untuk merespon; (7) menerima nilai; dan (8) memilih nilai. Lebih lanjut Winkel (1883: 31), menjelaskan, bahwa minat pada seseorang itu dapat ditimbulkan oleh perasaan senang kepada objek. Perasaan senang tersebut akan mendorong timbulnya suatu minat, dan minat itu biasanya didukung oleh adanya sikap yang positif. Sesungguhnya mana yang lebih dahulu ada antara minat dan sikap positif pada seseorang itu, sukar untuk ditentukan secara pasti. Mungkin pada umumnya akan berlaku urutan psikologis sbb: (1) perasaan senang → (2) sikap positif → (3) minat.

Siswa yang berminat tinggi terhadap sastra, akan menunjukkan perilaku senang membaca karya sastra, senang menonton pementasan drama, menghargai dan menganggap bahwa sastra itu penting, dan bernilai bagi dirinya. Dengan demikian siswa yang berminat terhadap sastra aktif dalam proses pembelajaran sastra, dan diharapkan prestasi belajar sastranya dapat meningkat secara optimal.

Minat merupakan variabel afektif yang dipandang penting dalam proses pembelajaran sastra, karena variabel tersebut berperan utama dalam menentukan norma yang dimiliki siswa yang berkenaan dengan kebenaran dan integritasnya dalam membentuk perilaku sehari-hari. Sejalan dengan itu, Popham (1994: 179) menegaskan bahwa penilaian afektif dapat membentuk kepribadian yang positif bagi siswa dan ikut berperan dalam menentukan keberhasilan hidupnya di masa mendatang.

Berkaitan dengan masalah minat siswa terhadap sastra seperti yang dikaji dalam penelitian ini, dilakukan penggalian data melalui berbagai teknik. Data-data tentang minat siswa yang ditemukan di lapangan disajikan dalam tabel berikut ini.


Tabel 1: Kondisi Minat Siswa SMA di Surakarta terhadap Sastra


No Kondisi Siswa SMAN 1 SMAN 8 SMA Al-Islam 1 SMA Murni
1 Minat sastra siswa
Menurut guru tinggi rendah rendah rendah
Menurut siswa (angket) 80 % berminat 91% berminat 88 % berminat 92 % berminat
Pengamatan Peneliti tinggi sedang tinggi rendah
2 Sikap terhadap sastra
Menurut guru Positif Positif Positif Positif
Menurut siswa Positif Positif Positif Positif
Pengamatan Peneliti Positif Positif Positif Positif
3 Pendapat tentang pembelajaran sastra
Sastra pelajaran faforit 14 % - - 4 %
Pelajaran Enjoy 63 % 50 % 75 % 44 %
Biasa saja 17 % 45 % 25 % 28 %
Membosankan 6 % 5 % - 24 %
4 Pendapat tentang tugas membahas karya sastra
Merasa senang 35 % 32 % 65 % 16 %
Merasa biasa saja 57 % 58 % 30 % 80 %
Merasa kurang senang 8 % 10 % 5 % 4 %
5 Pendapat tentang membaca karya sastra
Mengganggu pelajaran - - - -
Sedikit mengganggu 34 % 50 % 35 % 60 %-
Tidak mengganggu 66 % 50 % 65 % 40 %
6 Pandangan tentang manfaat membaca sastra
bermanfaat 60 % 63 % 80 % 96 %
mungkin bermanfaat 40 % 30 % 13 % -
tidak bermanfaat - - - 4 %
Tidak tahu - 7 % 7 % -
7 Pendapat tentang pentingnya sastra untuk masa depan
Setuju sastra itu penting 68 % 88 % 80 % 68 %
Tidak setuju 9 % - 13 % 4 %
Tidak tahu 23 % 12 % 7 % 28 %
8 Pendapat tentang manfaat sastra sbg rekreasi sehat pada jiwa
Setuju 80 % 82 % 90 % 56 %
Tidak setuju 11 % 8 % 3 % 16 %
Tidak tau 9 % 10 % 7 % 28 %
9 Pendapat tentang membaca buku ilmiah lebih penting dari sastra
Setuju 14 % 30 % 25 % 56 %
Tidak setuju 43 % 15 % 53 % 32 %
Tidak tau 3 % 18 % 5 % 12 %
Mungkin 40 % 37 % 17 % -
Tabel 2: Kegitan Siswa di SMA Surakarta Dalam Bersastra
No Kegiatan Siswa SMAN 1 SMAN 8 SMA Al-Islam 1 SMA Murni
1 Kegiatan Siswa Membaca Buku di Perpustakaan
Novel Sastra - 50 % - 4 %
Novel Pop 43 % 31 % 35 % 8 %
Majalah/Koran/Komik 28,5 % 4 % 30 % 24 %
Pengetahuan Ilmiah 28,5 % 13 % 35 % 12%
2 Keterlibatan dalam Majalah Sekolah Tidak ada majalah
Pengelola 2 % - 2 % 0 %
Pembaca Setia 46 % 35 % 75 % 0%
Pengirim Naskah 23 % 13 % 3 % 0%
Tidak Berperan 29 % 40 % 20 % 100%
3 Kegemaran Siswa dalam Membaca Sastra
Menurut Guru Kurang Kurang Kurang Kurang
Menurut Siswa Gemar Gemar Gemar Tidak gemar
Pengamatan peneliti Kurang terutama sastra Jawa. Kurang terutama sastra Jawa Kurang terutama sastra Jawa Kurang terutama sastra Jawa
4 Kegiatan Bersastra
Sanggar Sastra/ Teater Ada - - -
Nama Majalah Fokus - Fantasi& Bobo MOP
Nama Koran/ Harian l Solo Pos - Solo Pos -
5 Bacaan sastra pop: 21 Judul 17 Judul 24 Judul 5 Judul
Bacaan sastra literer: 14 Judul 10 Judul 7 Judul 8 Judul
6 Pendapat Siswa tentang Sastra
Setuju Sastra itu Asyik 80 % 91 % 87,5 % 92 %
Tidak Tahu 14,3 % 9 % 5 % 8 %
Tidak Setuju 5,7 % - 7 % -
7 Membaca Buku Sastra
Membaca 1 s.d. 3 Judul 74,3 % 86 % 87 % 20 %
Belum Membaca 25,7 % 13 % 13 % 80 %
8 Koleksi Buku Sastra
1 s.d. 3 Judul 66 % 31 % 30 % 12 %
3 Judul Lebih - 22 % 50 % 8 %
5 Judul Lebih - 18 % - -
Tidak Punya 34 % 27 % 20 % 80 %
9 Lomba Baca Puisi/ Geguritan
Belum Pernah 80 % 81 % 65 % 96 %
1 s.d. 2 kali 20 % 18 % 15 % 4 %
Lebih dari 2 kali - - 20 % -
Menjadi Juara Ada Ada Ada -
10 Temu Sastra (Seminar, Sarasehan, pementasan)
Ikut Sekali 42 % 18 % 10 % 8 %
Ikut 2 kali/ lebih - 13% 2 % -
Belum Ikut Sama Sekali 58 % 68 % 88 % -

Berdasarkan beberapa indikator tentang minat siswa terhadap sastra yang terdapat dalam tabel tersebut dapat diketahui bahwa minat siswa SMA di Surakarta terhadap sastra pada umumnya masih rendah. Meskipun mereka mengaku cukup berminat terhadap sastra, kenyataannya mereka sedikit sekali terlibat dalam kegiatan bersastra, dan terutama sekali sangat minim bacaan sastranya. Kalaupun mereka mengaku gemar dalam membaca karya sastra, namun ketika diminta untuk menyebutkan judul-judul karya sastra apa saja yang pernah dibacanya, ternyata mayoritas judul yang mereka sebutkan adalah karya-karya (sastra) populer, bukan karya sastra literer. Dan yang paling memprihatinkan, tidak satu pun dari siswa yang mengaku telah membaca karya sastra Jawa. Dari sejumlah karya yang telah mereka baca, semuanya (100 %) adalah karya yang berbahasa Indonesia atau berbahasa asing (Inggris) (lihat tabel 4).

2. Mengapa Sastra Jawa tidak Terbaca? Sastra Macam Apa yang Diakrabi Siswa SMA?

Fakta menunjukkan bahwa minat siswa terhadap sastra rendah. Muncul berbagai dugaan mengapa masalah itu terjadi, salah satunya adalah rendahnya minat baca. Pertanyaannya, mengapa siswa tidak membaca karya sastra Jawa? Penelitian dilanjutkan dengan melihat andil sekolah dalam masalah ini.

Tabel 3: Fasilitas Pembelajaran Sastra yang Tersedia di Sekolah
No Fasilitas Pembelajaran Sastra di Sekolah SMAN 1 SMAN 8 SMAAl-Islam 1 SMA Murni
1 Koleksi Buku Perpustakaan
Jumlah Judul 63 180 163 52
Jumlah Eksemplar 9.751 5.530 2.407 2.535
2 Buku sastra
Jumlah Judul - 2 5 1
Jumlah Eksemplar - 4 10 1
3 Buku Teks Siswa
Jumlah Judul 4 4 1 1
Jumlah Eksemplar 1730 8.668 120 90
4 Buku Penunjang
Jumlah Judul - 18 4 -
Jumlah Eksemplar - 82 4 -
5 Pendapatan Sekolah 3.928.932.000 3.178.030.200 848.000.000 124.000.000
Sumber Dana
Saldo Awal Tahun - - 12.000.000 -
Pemda 1.975.132.000 1.862.908.200 6.000.000 52.000.000
Ortu & Masyarakat 1.843.800.000 1.262.022.200 780.000.000 72.000.000
Sumber Lain - 53.100.000 - -
Pemerintah Pusat (JPS) 110.000.000 - 50.000.000 -
6 Pengeluaran Sekolah 3.928.932.000 3.178.030.200 848.000.000 124.000.000
Gaji dan Kesra Guru 2.136.282.750 1.688.913.400 480.000.000 46.000.000
Kesra Guru - 32.004.800 - -
Gaji Pegawai 228.542.250 323.720.000 60.000.000 49.200.000
PBM 628.739.000 45.018.000 120.000.000 8.340.000
Pemeliharaan Gedung 301.800.000 64.081.460 40.000.000 4.080.000
Rehabilitasi 310.200.000 364.650.000 - -
Pengadaan Sarpra 62.667.000 86.872.000 40.000.000 600.000
Pengadaan Buku - 51.200.000 25.000.000 120.000
Pengadaan Lainnya - 156.682.540 - -
Kegiatan Ekstra 179.365.800 - 18.000.000 540.000
Daya dan Jasa 64.617.200 19.908.000 24.000.000 5.040.000
TU dan Administrasi 10.000.000 - 6.000.000 3.300.000
Perjalanan Dinas - 4.980.000 10.000.000 -
Lain-lain 70.000.000 - - 6.780.000
Saldo Akhir Tahun 1.375.000 - 25.000.000 -
7 Kegitan Lomba Sastra Ada Ada - -
Lomba Majalah Dinding Ada Ada - -
Pementasan Teater Ada. - - -
8 Waktu Pelaksanaan Lomba Sastra Class Meeting; Peringatan Hari besar nasional Peringatan hari kemerdekaan RI - -
9 Tempat kegiatan sastra Sekolah; TBS Sekolah - -
Tabel 4: Karya Sastra yang Dibaca Siswa SMA Surakarta
No Karya Sastra yang Dibaca Siswa SMAN 1 SMAN 8 SMA Al-Islam 1 SMA Murni
1 Judul Novel/ Kumpulan Cerpen Sastra (literer) yang Dibaca (1) Siti N;(2) Burung BurungManyar (3) Si Jamin dan Si Johan; (4) Atheis; (5) Malin K; (6) Layar T; (7) Supernova; (8) Saman; (9) Larung; (10) Robohnya Surau Kami; (11) Salah A; (12) Sayekti dan H; (13) Legenda Tangkuban P; (14) Belenggu. (1)Siti Nurbaya; (2) Burung-Burung Manyar; (3) Supernova; (4) Layar Terkembang; (5) Namaku Hiroko; (6) Malin Kundang; (7) Jalan Tak Ada Ujung; (8) Robohnya Surau Kami; (9) Saman; dan (10) Dari Ave Maria ke Jalan Lain Ke Roma. (1) Siti Nurbaya; (2) Burung-Burung Manyar; (3) Bandung Bondowoso; (4) Dian Tak Kunjung Padam; (5) Malin Kundang; (6) Tangkuban Perahu; dan (7) Ronggeng Dukuh Paruk. (1) Supernova; (2) Siti Nurbaya; (3) Cut Nyak Dien; (4) Malin Kundang; (5) Joko Tingkir; (6) Si Doel Anak Sekolahan; (7) Salah Asuhan; dan (8) Layar Terkembang.
2 Judul Novel/ Kumpulan Cerpen Populer yang Dibaca (1) Pangeran untuk Putri; (2) Kana di Negeri Kiwi; (3) Teen Ink; (4) The Cronicles of Narnia; (5) Red Diary; (6) Ghost Bump; (7) Dealova; (8) Harry P; (9) The Lord of the Ring; (10) Jakarta Underground; (11) Karmila; (12) Beck Street Aja; (13) Dari Jendela SMP; (14) Chicken Soup; (15) Teen Soul; (16) Da Vinci Code;(17) Sweet Sidney Road; (18) Jomblo; (19) Tunangan; (20) Kisah Para Nabi. (1) Lupus; (2) 30 Hari Mencari Cinta; (3) Badai Sampai Sore; (4) Pelangi di Musim Kemarau; (5) keluarga Cemara; (6) Mata Dewa, (7) Sayap-Sayap Patah (KG); (8) Dealova;(9) Ratapan Anak Tiri; (10) Pernikahan Dini; (11) Cewek Komersil; (12) Surat Sang Kekasih; (13) Habis Gelap Terbitlah Terang; (14) Tak Hanya Cukup Cinta; (15) Anggur-Anggur Cinta (KG); (16) Si Tua dan Perahu Kecil; (17) Jomblo. (1) Cinta yang Terbatas; (2) Eiffel I’m In Love; (3) Pedang Samurai; (4) Me VS High Hoels; (5) Bunga Seruni; (6) Serpihan Hati; (7) Dealova; (8) Fairish; (9) Cewek Komersil; (10) Jakarta Underground (11) Bawang M Bawang P; (12) Merpati Biru; (13) Chicken Soup; (14) Kesedihan & Kegembiraan; (15) Cinta yang Terlupakan; (16) Kampus B; (17) Cinta; (18) Sek Mawar M; (19) Pengalmn Dudung; (20) Harry P (21) Pinkan; (22) Penari Jepang; (23);Kerinduan (24)Sayap-sayap Patah (1) Ada Apa dengan Cinta; (2) Jejak Kupu-Kupu; (3) Si Kakek dan Si Burung; (4) Si Kancil Mencuri Timun; dan (5) Jejak-Jejak Waktu.

Dari hasil wawancara, pengamatan dan analisis dokumen, diperoleh data yang menunjukkaan bahwa koleksi buku di masing-masing sekolah sangatlah minim, tak terkecuali buku-buku sastra. Bahkan khususnya untuk sastra Jawa, semua sekolah yang diteliti tidak memilikinya. Dari dokumen yang ada diketahui pula bahwa sekolah hanya mengalokasikan sedikit dananya untuk pengadaan buku perpustakaan, bahkan ada juga sekolah yang sama-sekali tidak menyisihkan anggaran untuk pengadaan buku itu. Ketika dikonfirmasikan ternyata sekolah tersebut masih memprioritaskan pembenahan fisik bangunan, adapun pengadaan buku-buku penunjang, hanya menunggu bantuan dari pemerintah pusat.

Sementara itu, situasi kondusif yang memacu minat siswa terhadap sastra di setiap sekolah yang diteliti sangat bervariasi. Ada sekolah yang memberi tempat tersendiri terhadap pembelajaran sastra, sehingga setiap program yang dilaksanakan oleh sekolah selalu disisipi dengan kegiatan yang menunjang, seperti pembinaan minat baca dan tulis sastra melalui majalah dinding dan majalah sekolah, pementasan teater sekolah, pengadaan lomba-lomba sastra dalam setiap even di sekolah, seminar sastra, sarasehan, temu sastra, dsb. Namun demikian ada pula sekolah yang sama sekali tidak menciptakan situasi yang kondusif terhadap pembinaan minat siswa terhadap sastra. Bahkan ada sekolah yang tidak pernah lagi membuka perpustakaannya, tidak memiliki majalah dinding maupun majalah sekolah, tidak pernah menyelenggarakan lomba sastra, juga tidak memiliki kelompok teater sekolah. Dalam kondisi demikian, siswa seperti terpasung kreativitasnya dalam bersastra, sehingga bukan sepenuhnya salah siswa bila mereka tidak berminat terhadap sastra.

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa para siswa SMA di Surakarta, merasa asing terhadap karya sastra Jawa, karena mereka sulit untuk mendapatkan bukunya. Perpustakaan sekolah tidak mengoleksi, dan toko-toko buku juga jarang menyediakannya. Selain itu, sebagian besar dari mereka mengaku berbahasa ibu bahasa Indonesia, dan lebih sering berkomunikasi dengan teman sebayanya menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Jawa, hanya mereka kenal melalui pelajaran saja, atau melalui komunikasi dengan orang dewasa di sekitarnya (ayah/ ibu). Namun demikian, sebagian dari mereka mengaku tertarik dan merasa ingin mempelajari bahasa Jawa, karena bahasa Jawa merupakan salah satu mata pelajaran di sekolahnya. Selain itu, para guru juga menghimbau agar para siswa melestarikan bahasa Jawa, yang merupakan aset budaya bangsa. Adapun kegiatan penunjang belajar bahasa Jawa yang disarankan guru adalah mendengarkan berita berbahasa Jawa dari Stasiun RRI Surakarta, TA TV Solo, dan membaca majalah berbahasa Jawa. Selanjutnya, ketika diminta menyebutkan karya sastra yang diminatinya, sebagian besar siswa menyatakan bahwa mereka gemar membaca karya populer yang bertemakan remaja (teenlit/ teen literature) karena temanya dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari, ringan, dan enak untuk dibaca sebagai pengisi waktu luang.

D. PENUTUP

Mengakhiri pembahasan mengenai pembelajaran sastra Jawa di SMA dapat dikemukakan bahwa sastra Jawa sampai saat ini, kurang diminati oleh sebagian besar siswa. Hal itu terjadi karena berbagai alasan, antara lain: (1) Minat baca siswa terhadap sastra Jawa rendah. Hal ini diakibatkan oleh tidak tersedianya karya sastra Jawa, baik di perpustakaan sekolah maupun di toko-toko buku; juga karena mereka lebih akrab dengan sastra populer (yang biasanya ditulis oleh remaja sesusianya, dengan menggunakan bahasa “gaul” remaja). (2) Siswa tidak menguasai bahasa Jawa, karena bahasa Ibu mereka sebagian besar adalah bahasa Indonesia. (3) Kegiatan apresiasi sastra Jawa yang diselenggarakan di sekolah sangat minim, sehingga kreativitas siswa dalam bersastra menjadi terpasung. Ketiga hal tersebut berimplikasi pada rendahnya apresiasi siswa terhadap sastra Jawa, dan akhirnya berimplikasi pula terhadap ketidakberhasilan pembelajaran sastra Jawa di sekolah dewasa ini.

Dengan adanya kebijakan gubernur Jawa Tengah yang mewajibkan pelaksanaan pembelajaran bahasa dan sastra Jawa di sekolah dari SD hingga sekolah lanjutan, telah memberikan harapan yang besar terhadap perkembangan pembelajaran sastra Jawa pada umumnya. Namun semuanya terpulang kembali pada para guru sebagai ujung tombak pembelajaran sastra di sekolah.


DAFTAR PUSTAKA
Bloom, Benyamin S.1970. Taxonomy of Educational Objectives. Vol. II, Affectives Domain. New York: David Mackay Company, Inc.
Bogdan Rober C. & Sari Knopp Biklen. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Dharma, Budi. 1983. Solilokui Kumpulan Esai Sastra. Jakarta: Gramedia.
Dot. 2004. “Sastra Punya Peran Penting Ajarkan Nilai Luhur Bangsa”. Situs (diakses Selasa, 3 Agustus 2004).
Guba, Egon G. Yvonna S. Lincoln. 1981. Effective Evaluation. San Fransisco: Jossey-Bass Publisers.
Ismail, Taufik. 2000. “Tentang Cara Menjadi Bangsa Rabun Membaca dan Lumpuh Menulis Pula sehingga Jelas di Dunia Kita Pakar Terkemuka”, dalam Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi. Jakarta: Depdiknas.
Jamil, Taufik Ikram & Syahnan. 2004. “Wawancara dengan Taufik Ismail”. Situs (diakses Selasa, 16 September 2004).
Miles, M.B. & Huberman, A.M. 1984. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods. Beverly Hills: Sage Publication.
Moleong, Lexy J. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Rosda Karya.
Muhadjir, Noeng. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Nurkamto, Joko. 2003. “Pendekatan Sistemik: Ke Arah Pengajaran Bahasa yang Lebih Efektif”. Makalah dalam Konferensi Nasional Linguistik Tahunan Atma Jaya (KOLITA) di Universitas Katholik Atma Jaya Jakarta, 17-18 Februari 2003.
Popham, James W. 1994. Classroom Assessment. Los Angeles: University of California.
Sayuti, Suminto A. 1998. “Signifikansi dan Penggunaan Teori Sastra Kontemporer bagi Pengajaran Sastra”. Makalah dalam Pertemuan Ilmiah Daerah 1 HISKI Komda DIY bekerja sama dengan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta pada tanggal 25 Juli 1998.
Sir. 2004. “Pembelajaran Sastra Masih Diabaikan”. Situs (diakses 3 Agustus 2004).
Subroto, Edi. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik struktural. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.
Sutedjo. 2004. ”Menghindarkan Keterasingan Sastra di Sekolah”. Situs (diakses Senin, 12 Juli 2004).
Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.
_______. 2003. “Evaluasi Program dengan Kerangka Pikir CIPP”. Makalah disajikan pada Latihan Penelitian Yayasan Duta Awam Surakarta, 18 Januari 2003.
Winkel, W.S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.
Yin, Robert K. 2000. Case Study Research: Design and Methods (Studi Kasus: Desain dan Metode). Terjemahan M. Djauzi Mudzakir. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
SENARAI PENULIS
Penulis adalah dosen Kopertis Wilayah VI Jateng Dpk di Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Lahir di Boyolali, 11 Juni 1964. Lulus S1 Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNS tahun 1988. Tahun 2000, mendapatkan gelar Magister Humaniora dari universitas yang sama. Saat ini penulis tercatat sebagai mahasiswa S3 Linguistik Program Pascasarjana UNS, dan sedang mempersiapkan ujian akhirnya.

PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA:
SASTRA JAWA, MENGAPA TIDAK TERBACA OLEH SISWA?
(Studi Kasus di SMA Surakarta)
Makalah disampaikan dalam Konggres Sastra Jawa II
1-3 September 2006 di Semarang
Oleh
Farida Nugrahani
Dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Jawa
UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA
SUKOHARJO
2006

1 comments:

Memang, kini diperlukan metode yang lebih antraktif dalam mengajarkan sastra kepada anak didik. Media wayang, boneka, dan mainan, saya kira, merupakan media tepat untuk mengenalkan sastra yang lebih baik.