In Memoriam
Kali ini giliran sastra Jawa kehilangan salah satu tokohnya. Poer
Adhi Prawoto, 50, meninggal secara mendadak akibat kecelakaan lalu
lintas (Kamis 25 Januari 2001). Lelaki yang kesehariannya berprofesi
sebagai guru SD di Karanganyar, Solo, itu adalah penyair, kritikus,
dan dokumentator sastra Jawa.
Penggurit dan Dokumentator
"Iki gek ngalamat apa ta, ya? (Pertanda apakah ini?)." Itulah
kalimat spontan Prof Dr Suripan Sadihutomo saat menanggapi berita
duka dari Solo itu. Boleh jadi, memang, di kalangan sastra Jawa,
Suripan-lah yang paling merasa kehilangan atas kepergian Poer yang
sangat mendadak itu. Pasalnya, sudah sejak lama Suripan mengader
pria asal Blora tersebut untuk meneruskan perjuangannya sebagai
kritikus dan dokumentator sastra Jawa. Suripan menilai, belakangan
ini tulisan-tulisan Poer Adi Prawoto makin matang. Terutama kritik-
kritiknya. Sayang, ketika harapan itu sedang mekar-mekarnya, Tuhan
berkehendak lain.
Dr Setya Yuwono Sudikan pun tak dapat menyembunyikan rasa
kehilangannya. Di mata Setya Yuwono, Poer adalah sahabat yang baik,
tokoh yang tak mungkin tergantikan dalam sastra Jawa. "Yang paling
berkesan bagi saya adalah semangatnya, konsistensinya," ungkap Setya
Yuwono. "Dia begitu tekun sebagai dokumentator. Dan sebagai penyair
dalam sastra Jawa, tanpa mengurangi penghargaan saya kepada para
penggurit (penyair Jawa, SB) yang lain, Poer tetap nomor satu hingga
saat ini," tambah dosen Unesa ini.
Jacob Soemardjo-nya Sastra Jawa
Dalam sebuah seminar sastra Jawa di Yogyakarta yang melibatkan
Suripan Sadihutomo dan Poer Adhie Prawoto sebagai pembicara,
pengarang Suparto Brata yang kala itu (1990) didaulat jadi moderator
mengatakan, Suripan adalah H.B. Jassin, sedangkan Poer adalah Jacob
Soemardjo-nya sastra Jawa.
Suparto Brata juga mengatakan sangat sulit –kalau tak boleh dibilang
mustahil– menemukan lagi tokoh yang komplet, sabar, tekun, dan
memiliki potensi seperti Poer untuk sastra Jawa. "Selama masih ada orang menulis cerpen atau novel berbahasa Jawa, saya akan terus mengamati dan mengkritisinya. Tulisan saya selalu muncul di Panjebar Semangat dan Jayabaya, baik berupa cerita pendek, geguritan, maupun ulasan atau kritik." Begitulah tekad suami Ninik Sutarmi ini ketika ditemui wartawati METEOR Lis Retno Wibowo di rumahnya Jl Rinjani Dalam V/4 Mojosongo Solo, sekitar dua pekan sebelum "kepergiannya".
Selebihnya, sebagai kreator sekaligus kritikus sastra Jawa, dia
mengatakan, "Tampaknya, pengarang sastra Jawa kurang tertarik dengan
politik. Misalnya, tema pembantaian tahun 65–66. Tidak ada pengarang
Jawa yang menulis itu. Kemudian saya menulis dan dimuat di majalah.
Ada lagi nasib orang-orang keluarga komunis yang disia-siakan
pemerintahan Orba. Saya tulis juga, bagaimana seorang istri harus
mencari suaminya yang hilang entah ditahan atau dibunuh. Tetapi saya
sayangkan, pengarang lain tidak banyak membuat seperti itu. Jadi,
ibarat saya berteriak di padang pasir luas, tidak mendapat sambutan
sama sekali. Bahkan, para kritikus takut-takut membicarakan cerpen
seperti itu. Padahal tidak ada masalah lho sekarang ini."
Ringan Tangan
Pada suatu malam, penggurit Es Danar Pangeran, yang juga wartawan
tabloid Posmo, menelepon Poer dari Terminal Tirtonadi, Solo.
"Mas Poer, saya mau ke rumah Mas Poer. Harus naik apa saya dari
sini?"
"Lho, Dik Danar ini di mana sekarang?"
"Di terminal, Mas. Terminal Tirtonadi."
"O, ya sudah, aku jemput. Tunggu saja, ya?"
Begitulah. Selain ramah, Poer juga dikenal sebagai sosok yang ringan
tangan. Bukan hanya kepada para pengarang Jawa yang sudah punya
nama, Poer bersikap baik. Terhadap para pengarang pemula pun, dia
sangat bersahabat. Maka, selain kritikus, Poer adalah "provokator"
yang baik, yang mendorong-dorong para pemula untuk makin giat
menulis dengan bahasa Jawa. Maka, jika dari Solo muncul penulis-
penulis Jawa seperti Irul S. Budianto, Anna Chrysna Gurnandy, bahkan
Keliek Eswe, dorongan dari Poer sangatlah berarti bagi mereka.
Rumahnya pun terbuka 24 jam untuk berdiskusi dengan siapa pun
mengenai sastra Jawa.
Ramah, ringan tangan, ulet, tekun. Itu semua ada pada sosok Poer.
Karena semangatnya yang selalu makantar-kantar (berapi-api) untuk
sastra Jawa, dia menyempatkan pula mengisi acara siaran sastra Jawa
di Radio Konservatori Solo di antara kesibukannya mengajar dan
melanjutkan kuliah.
Hijrah
Seperti halnya Suripan dan Setya Yuwono, Poer lahir di Blora,
persisnya 7 Maret 1950. Pada tahun 1979/1980, Poer, yang sempat
berkuliah di IKIP Bojonegoro dan bekerja sebagai guru SD, hijrah ke
Solo. Di tahun-tahun itu, sebagai pengarang dan penggurit, dia
banyak terlibat di berbagai kegiatan kesenian di Solo. Proses
kepindahan dia pun, tampaknya, berjalan begitu lancar berkat bantuan
N. Sakdani Darmopamoedjo, pengarang sastra Jawa yang bekerja di
Departemen Pendidikan. Bahkan, Sakdani juga memiliki media Darma
Kandha, yang kemudian pecah menjadi Darma Kandha dan Darma Nyata
yang jadi ajang kreativitas Poer yang sangat bagus. Jiwa seni dan terutama kecintaan Poer terhadap sastra Jawa makin terpupuk. Ibaratnya, dipindahkan ke ladang yang lebih subur. Kala itu, di Solo juga terbit majalah berbahasa Jawa, Parikesit. Di situ Poer makin mengukuhkan namanya. Penanya pun makin terasah berkat makin intens-nya pergesekan dengan sesama pengarang segenerasinya: Arswendo Atmowiloto, Roeswardiyatmo, Moch. Nursyahid Purnomo, bahkan juga dengan seniornya: N. Sakdani Darmopamoedjo dan Anjar Any.
Pahlawan tanpa Tanda Jasa
Kini Poer Adhi Prawoto telah tiada. Menambah deretan nama mereka
yang berpulang di saat-saat produktif-produktifnya: Totilowati
Tjitrowarsito, Ragil Suwarno Pragolapati, Tamsir A.S., dan Bene
Sugiharto. Tetapi, siapa pun yang berbicara mengenai sastra Jawa
mutakhir tak dapat melewatkan namanya. Di hari yang naas itu, Pak
Guru kita yang baik hati ini dihantam truk setelah menyeberangkan
muridnya. Benar-benar pahlawan tanpa tanda jasa. [bn]
Pernah dimuat Jawa Pos
Mengorbit dengan Tulisan Kreatif
7 years ago
1 comments:
Nderek nepangaken nami kulo Drs.Sugeng Purwanto,MPd,milai 1 Januari 1986 kaangkat dados dosen ing IKIP Semarang,sak puniko dados Universitas Megeri Semarang dipun singkat UNNES,saben dintenipun kulo mucal ing Jurusan lan Fakultas ing UNNES ingkang lair sepindahan,inggih puniko Jurusan Kurikulum dan Teknolo-
gi Pendidikan(KTP)-Fanultas Ilmu Pendidkan (FIP). Senaosa kulo langkung enem 6 taun katimbang Poer Adhie Prawoto,kulo kapernah Pamanipun. Awit Eyang putrinipun Poer asmanipun Bude Suwati puniko mbakyunipun Bapak kulo ingkang asma Supardan.Bude kulo puniko namung gadah anak setunggal namini pun Mbak Murni ingkang nglairaken anak lanang mbarep: Poer Adhie Prawoto puniko.Kawit alit Poer puni
ko dipun emong eyang putrinipun. Tilaripun Poer pancen ndamel cengak
tiyang katah. Bapak kulo wekdal puniko kaget sanget ngantos gerah, awit Poer puniko putu kesayangani
pun Bapak kulo. Rikolo konco-konco Sastrawan Semarang sami mengenang 100 hari meninggalnya Poer,ing joglo kampus IKIP Kelud Semarang,kulo minongko wakil keluarga dipun paringi wekdal ngaturaken gunging panuwun dumateng
konco-konco Sastrawan Semarang.
Dinten puniko Setu tgl 26 September
2009 nembe mawon kulo dugi saking
adikipun Poer,Kapten Sigit Mulyanto
dados ABRI ing Magelang,saksampuni-
pun kulo ndugeni "Temu kangen dan Halal Bil Halal" alumni Jurusan KTP
Angkatan 1984 ing Gedung Sudirman AKMIL Magelang,ingkang dipun pande-
gani Letkol Infantri Rasmin,salah satunggaling alumni Jur KTP IKIP Se
marang ingkang dados ABRI (SCAPA).
Cekap semanten atur kulo..nuwun.
Salam kagem Dik Muk ( Istri Gus Mar
)sekeluarga...sugengadhiepurwanto@
gmail.com
00000
Post a Comment