Tuesday, September 1, 2009

Sastra Jawa Perlu Dilestarikan? [1]

Oleh: Andi Asmara
Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur



1. Latar Belakang
Indonesia yang terdiri atas berbagai suka bangsa dikenal memiliki aneka ragam budaya tradisional. Budaya tradisional masing-masing suku bangsa memperlihatkan corak dan ciri khas yang berbeda satu dengan lainnya. Di antara berbagai budaya tradisional tersebut, salah satu budaya tradisional yang turut membangun budaya keindonesiaan adalah budaya tradisional Jawa.


Seiring perkembangan zaman, nasib budaya tradisional di nusantara mulai tersisih dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai budaya lama yang dulu begitu dijunjung tinggi, lambat laun mulai ditinggalkan. Nilai-nilai budaya tradisional digantikan kedudukannya oleh nilai-nilai budaya modern. Demikian halnya dengan nasib budaya tradisional Jawa. Nilai-nilai tradisional Jawa saat ini menjadi asing bagi orang Jawa sendiri. Arus globalisasi yang tidak terelakkan lagi, semakin mempercepat proses tersisihnya budaya tradisional Jawa dari kehidupan masyarakat Jawa. Kenyataan ini patut disayangkan, sebab budaya Jawa yang dikenal adiluhung tersebut sebenarnya dapat dijadikan sebagai filter untuk menyaring masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan jiwa bangsa.

Karya sastra sebagai salah satu wujud konkrit dari kebudayaan dapat dijadikan sebagai wahana bagi pengembangan wawasan berpikir masyarakat dalam upaya menanamkan nilai-nilai positif dan pembinaan mental. Dengan demikian diharapkan bangsa Indonesia tidak kehilangan jati dirinya. Tidak kehilangan akar budayanya di tengah kemajuan zaman di era globalisasi. Oleh karena itu, betapa pentingnya karya dalam kehidupan manusia.

Sastra dan tata nilai kehidupan merupakan dua fenomena sosial yang saling melengkapi sebagai sesuatu yang eksistensial, sebab kelahiran karya sastra bersumber dari kehidupan yang bertata nilai. Hal ini terjadi karena setiap citpa sastra yang dibuat dengan kesungguhan hati tentu mengandung keterikatan yang kuat dengan kehidupan (Suyitno, 1986:3). Karya sastra di samping dapat sebagai pedoman hidup dapat pula membentuk watak-watak pribadi secara personal dan akhirnya secara sosial. Sastra mampu pula berfungsi sebagai penyadar manusia terhadap kehadirannya yang memiliki makna bagi kehidupan, baik di hadapan sang Pencipta ataupun di hadapan sesama manusia (Suyitno, 1986:4).

Pernyataan senada dikemukakan oleh Atar Semi (1989:49) bahwa karya sastra merupakan media yang sangat efektif dalam upaya membina moral dan kepribadian suatu masyarakat, dalam hal ini diartikan sebagai suatu norma dan suatu konsep tentang kehidupan. Kehidupan dan norma yang dimaksud menyangkut tata hubungan antara individu dengan individu, individu dengan alam lingkungan, dan individu dengan Tuhan.
Sehubungan dengan fungsi karya sastra sebagai media pengajaran etika, moral, dan spiritual dalam masyarakat, karya sastra tradisional Jawa dikenal banyak menyiratkan ajaran-ajaran adiluhung yang mendalam. Ajaran-ajaran tersebut jika benar-benar dihayati dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari diyakini mampu membawa pencerahan etika, mental, dan spiritual masyarakat.

Poerbatjaraka (1952; 177) salah seorang pakar sastra kelasik Nusantara, sempat menyatakan kekagumannya akan faedah mempelajari sastra tradisional itu. Dikatakannya, bahwa ajaran yang terdapat dalam kitab Sasana Sunu dan kitab Ramayana sudah cukup untuk bekal hidup lahir dan batin. Ia yakin akan terhindar dari kesengsaraan.

Dalam upaya menanamkan kembali nilai-nilai luhur, fungsi karya sastra menjadi begitu penting. Sebab, karya sastra dapat memberi gambaran kepribadian manusia secara lengkap(Culler, 1997:113). Hal ini disebabkan setiap cipta sastra senantiasa menampilkan pengalaman, perasaan, dan masalah tertentu yang dialami oleh tokohnya. Pengalaman tokoh tersebut mencerminkan pengalaman hidup manusia di dunia nyata (Peck dan Coyle, 1986:149). Penghayatan dan pengalaman hidup individu di dalam masyarakat dalam segala aspeknya, mencirikan nilai budaya yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, betapa erat kaitannya hubungan karya sastra dengan kehidupan masyarakat yang bertata nilai.

Suatu karya sastra menurut Horintus, yang dikutip oleh Endraswara (2003:116) diciptakan sebagai hiburan dan wahana untuk menyampaikan suatu pesan kepada pembaca. Oleh sebab itu, sastra hendaknya memuat dulce (indah) dan utile (berguna). Konsep ini sejalan dengan pendapat Poe bahwa fungsi sastra adalah menghibur dan mengajarkan sesuatu (Endraswara, 2003:116). Apa yang dimaksud berguna atau pun mengajarkan dalam hal ini adalah dapat bermanfaat bagi masyarakat atau dapat memberikan suatu ajaran yang positif.[]

0 comments: